RUPTL 2025–2034: Cermin Kebahlulan ESDM dalam Transisi Energi yang Seharusnya Berkeadilan

RUPTL 2025–2034: Cermin Kebahlulan ESDM dalam Transisi Energi yang Seharusnya Berkeadilan.--Dokumen Palpos.id
Pencemaran udara dari PLTU menyebabkan gangguan pernapasan dan penyakit kronis. Melia di Lahat menyebut warga “sesak napas” akibat polusi batubara dan lalu lintas angkutan batubara.
Degradasi Ekosistem
Limbah FABA mengakibatkan kerusakan tanah, longsor, pencemaran sungai, serta ancaman terhadap biodiversitas. Di Jambi, tumpukan baku juga merusak situs Cagar Budaya.
Ancaman Ekonomi & Sosial
Di Riau dan Jambi, limbah batubara menimpa pemukiman dan perkebunan warga. Estimasi kerugian ekologis di Jambi mencapai Rp17 triliun.
Ketimpangan & Injustice
Daerah kaya sumber daya namun justru menjadi “korban” akibat harus menanggung eksternalitas negatif pembangunan PLTU.
Inkonstistensi Dalam Peta Transisi
Ritme Investasi & Kemajuan EBT
Target EBT ambisius—85 % dari penambahan kapasitas—namun faktanya perlu percepatan 5–11× lipat dibanding periode 2018–2023.
Infrastruktur Pendukung
RUPTL mencakup pembangunan 47.758 km jaringan transmisi dan 107.950 MVA substation.
Namun realisasinya akan sangat menantang; PLN hanya mampu mengeksekusi 1,6 GW dari target 10 GW EBT periode 2021–2030 hingga tengah 2025.
Ketergantungan Gas & Nuklir
EBT digadang-gadang, tapi masih mengandalkan gas 10,3 GW (kontra isu pasokan impor & volatilitasi harga). Kehadiran PLTN pun kontroversial karena regulasi dan public acceptance belum jelas .
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber