Rengginang, Camilan Tradisional yang Terus Eksis di Tengah Arus Modernisasi

Rengginang : Camilan tradisional dengan rasa yang tak lekang oleh waktu. Nikmati kelezatannya di setiap gigitan.-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID – Di antara berbagai jajanan modern yang kini membanjiri pasar, camilan tradisional bernama rengginang masih mampu mempertahankan eksistensinya.
Terbuat dari beras ketan yang dikeringkan dan digoreng hingga renyah, rengginang bukan sekadar makanan ringan biasa.
Ia adalah warisan budaya kuliner Indonesia yang memiliki nilai historis, sosial, dan ekonomi.
Rengginang memiliki rasa gurih dan tekstur renyah yang khas.
BACA JUGA:Keripik Bayam : Inovasi Camilan Sehat yang Kian Diminati Masyarakat
BACA JUGA:Keripik Talas, Camilan Tradisional yang Bangkitkan Ekonomi Lokal dan Diminati Pasar Global
Meskipun terlihat sederhana, proses pembuatannya cukup panjang dan memerlukan ketelatenan.
Beras ketan yang telah dikukus dibumbui dengan garam dan kadang-kadang ditambah dengan terasi atau ebi, lalu dibentuk bulat pipih dan dijemur di bawah sinar matahari hingga benar-benar kering.
Setelah itu, rengginang digoreng dengan minyak panas dalam jumlah banyak hingga mengembang dan berwarna keemasan.
Makanan ini sudah dikenal sejak zaman dahulu di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera.
BACA JUGA:Gulai Ikan Salai : Cita Rasa Khas yang Menggugah Selera
BACA JUGA:Kwetiau Kerang : Inovasi Kuliner Laut yang Makin Digemari Pecinta Makanan Jalanan
Dalam tradisi masyarakat Jawa, rengginang sering kali dihidangkan saat acara hajatan atau sebagai oleh-oleh khas dari kampung halaman.
Di beberapa daerah seperti Cirebon, Indramayu, dan Banyumas, rengginang bahkan menjadi produk unggulan UMKM.
Di Desa Cikedung, Kabupaten Indramayu, misalnya, industri rumahan rengginang menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat.
Hampir setiap rumah tangga di desa ini memproduksi rengginang dengan cita rasa khas masing-masing.
BACA JUGA:Nasi Uduk Gurih, Hidangan Tradisional yang Terus Dicari Pecinta Kuliner
BACA JUGA:Kacang Goreng Bawang : Camilan Tradisional yang Tak Pernah Kehilangan Penggemar
“Kami sudah membuat rengginang secara turun-temurun. Ini bukan cuma soal rasa, tapi juga soal warisan keluarga,” ujar Siti Maesaroh (48), salah satu produsen rengginang lokal.
Menurut data dari Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Indramayu, sekitar 200 pelaku usaha kecil di wilayah tersebut menggantungkan penghasilan dari produksi dan penjualan rengginang.
“Pasar rengginang tidak hanya lokal, tapi sudah menjangkau kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, bahkan hingga luar negeri melalui e-commerce,” kata Kepala Dinas Koperasi, H. Rukmana.
Inovasi dalam penyajian rengginang juga terus berkembang.
Kini, banyak varian rasa yang ditawarkan, mulai dari balado, keju, pedas manis, hingga varian kekinian seperti barbeque dan rumput laut.
Kemasan produk pun dibuat lebih menarik dan higienis untuk menjangkau pasar modern, terutama generasi muda.
Di era digital seperti sekarang, para produsen rengginang juga mulai melek teknologi.
Banyak pelaku UMKM memasarkan produknya melalui media sosial dan platform marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dan TikTok Shop.
“Kami sangat terbantu dengan pelatihan digital marketing dari pemerintah.
Sekarang, pesanan rengginang saya datang dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri,” ungkap Dian Lestari, pelaku UMKM asal Cirebon yang telah mengekspor rengginang ke Malaysia dan Singapura.
Menurut pengamat kuliner tradisional, Dr. Yuliawati dari Universitas Gadjah Mada, bertahannya rengginang sebagai camilan favorit merupakan contoh bagaimana makanan tradisional bisa beradaptasi dengan zaman.
“Kuncinya adalah inovasi tanpa kehilangan identitas asli.
Rengginang punya nilai budaya yang tinggi, dan jika dikelola dengan baik, bisa menjadi komoditas ekspor yang kuat,” jelasnya.
Meski begitu, keberlangsungan produksi rengginang tak lepas dari tantangan.
Perubahan iklim yang ekstrem membuat proses pengeringan rengginang menjadi tidak menentu.
“Kalau hujan terus, rengginang tidak bisa kering sempurna. Ini sangat memengaruhi kualitas,” kata Maesaroh.
Di sisi lain, naiknya harga bahan baku seperti beras ketan dan minyak goreng juga menjadi kendala bagi pelaku usaha kecil.
Mereka harus pintar-pintar menyesuaikan harga jual agar tetap kompetitif namun tidak merugi.
Pemerintah daerah dan pusat diharapkan terus memberikan dukungan, baik dalam bentuk pelatihan, bantuan alat produksi, hingga akses permodalan.
Rengginang bukan hanya soal rasa gurih dan tekstur renyah. Ia adalah bagian dari identitas budaya Indonesia yang berhasil melewati zaman.
Di balik setiap rengginang yang kita nikmati, ada kerja keras para pengrajin, ada sejarah yang terpatri, dan ada semangat untuk terus menjaga warisan leluhur.
Dalam dunia yang terus berubah, rengginang adalah bukti bahwa tradisi bisa bertahan — dan bahkan bersinar — di tengah modernitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: