Oknum Pelajar SMP Aniaya Sesama Pelajar: Korban Trauma dan Tak Ingin Sekolah Lagi

Keluarga korban melaporkan CC ke Polres Lubuklinggau demi me dapatkan keadilan hukum terhadap korban MI. - Foto : Maryati Palpos-
PALPSO.ID - Kasus kekerasan terhadap anak kembali mencoreng dunia pendidikan di Kota Lubuklinggau.
Seorang siswi SMP berinisial MI (13), menjadi korban aksi kekerasan oleh temannya sendiri yang juga masih di bawah umur, berinisial CC, dalam insiden yang terjadi di halaman SDN 29 Lubuklinggau, Sabtu, 12 Juli 2025 sekitar pukul 14.30 WIB.
Tindakan kekerasan tersebut dilaporkan keluarga korban Murniani (34), warga Gunung Sari RT 03, Kelurahan Karya Bakti, Kecamatan Lubuklinggau Timur I, ke Polres Lubuklinggau, Senin 21 Juli 2025.
Febri, Kuasa hukum korban, usai mendampingi keluarga korban melapor kejadian ini ke Polres Lubuklinggau, menjelaskan kronologis tindakan kekerasan yang dilakukan CC kepada kliennya MI.
BACA JUGA:Oknum Dokter Gigi Digerebek Suami saat Diduga Bersama Selingkuhan di Kamar Kos Lubuklinggau
BACA JUGA:Tiga ASN Terjaring Razia Gabungan Polres Lubuklinggau, Kedapatan Ngamar dengan Pasangan Tidak Sah
Menurut Febri, aksi kekerasan yang dilakukan oleh oknum pelajar SMP tersebut bermula saat korban mengirim pesan kepada pelaku untuk bertemu dan meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi sebelumnya.
Namun, pertemuan tersebut berubah menjadi mimpi buruk.
Sesampainya di lokasi, korban disambut ejekan dan provokasi dari teman-teman pelaku.
Situasi memanas, CC (pelaku) yang sebelumnya diam terpancing dengan provokasi teman-temannya, langsung menarik rambut korban MI dan memukulinya hingga jatuh ke tanah.
BACA JUGA:Gagalkan Peredaran Ganja dari Bengkulu, Satnarkoba Polres Lubuklinggau Sergap Pelaku di Jalan Garuda
BACA JUGA:Kasus Warga Batu Urip Taba Tewas Ditusuk, Polisi Ungkap Kronologis dan Motif Pelaku
Tidak berhenti di situ, korban yang sudah tersungkur tetap dipukuli secara brutal dan ditendang oleh pelaku hingga mengalami luka lebam di bagian kepala, paha, dan tubuh.
Ironisnya, kejadian ini baru diketahui keluarga korban pada Kamis, 17 Juli 2025, setelah video pemukulan viral di media sosial.
"Koran ini diancam oleh pelaku tidak boleh mengadu ke keluarganya, jadi korban tidak menceritakan apa yang terjadi kepada keluarganya. Keluarga justru tahu setelah vidio tersebut diunggah pelaku ke media sosial," jelas Febri.
Dalam video yang beredar di Instagram, terlihat jelas aksi kekerasan yang dilakukan pelaku di hadapan teman-teman korban dan juga teman-teman pelaku.
BACA JUGA:Geger! Warga Batu Urip Taba Tewas Ditusuk Penjaga Malam, Pelaku Menyerahkan Diri
“Pihak keluarga sangat terpukul atas apa yang dialami korban," ujar Febri.
Setelah vidio tersebut viral, korban juga mengalami trauma berat dan tidak mau sekolah lagi.
Korban minta pindah ke pondok pesantren karena merasa terancam.
"Ini bukan sekadar perundungan biasa, tapi kekerasan fisik serius yang bisa berdampak jangka panjang,” ungkap Febri.
Febri juga menyampaikan kekeceweaan pihak keluarga korban, juga menyayangkan sikap pihak sekolah yang terkesan menutup-nutupi kejadian tersebut dan tidak segera memberitahukan kepada orang tua korban.
Bahkan disebutkan bahwa sempat dilakukan pertemuan damai tanpa seizin keluarga korban.
“Kami kecewa karena pihak sekolah malah menyelesaikan secara damai tanpa melibatkan pihak keluarga.
Padahal seharusnya korban dan keluarganya yang dilibatkan terlebih dahulu," ungkap Febri.
Perdamaian yang dilakukan oleh pihak sekolah, ditegaskan Febri, tidak serta merta menghapus tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh pelaku.
"Proses hukum harus tetap berjalan," tegas Febri.
Untuk menuntut keadilan bagi korban, dikatakan Febri, pihak keluarga telah secara resmi melapor ke pihak kepolisian.
"Dugaan tindak pidana yang dilaporkan adalah kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," terang Febri.
Meskipun pelaku juga masih berstatus anak di bawah umur, keluarga korban berharap proses hukum tetap dijalankan sesuai dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Tujuannya ditegaskan Febri, bukan untuk menghukum secara berlebihan, melainkan memberi efek jera serta perlindungan terhadap korban dan anak-anak lain di lingkungan sekolah.
“Kalau tidak ada tindakan tegas, bukan tidak mungkin kejadian ini terulang kembali, Kami dari pihak korban berharap ada keadilan yang ditegaskan untuk korban, sehingga korban bisa pulih dari rasa traumanya dan kembali merasa aman,” pungkas Febri.
Kapolres Lubuklinggau AKBP Adhitia Bagus Arjunadi, melalui Kasat Reskrim AKP M Kurniawan Azwar, didampingi Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak, Ipda Kopran, membenarkan adanya laporan itu.
"Saat ini kami sedang melakukan pendalaman terhadap kasus tersebut dengan memanggil saksi-saksi yang terkait dengan kejadian itu," pungkasnya. (yat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: