Pemkot Prabumulih Targetkan Zero Stunting 2027, Sekda Elman: Hanya Tersisa 41 Kasus

Pemkot Prabumulih Targetkan Zero Stunting 2027, Sekda Elman: Hanya Tersisa 41 Kasus

Sekda Prabumulih dan Kepala Perwakilan BKKBN Sumsel serta peserta pertemuan koordinasi tim percepatan penurunan stunting (TPPS).-Foto:dokumen palpos-

PRABUMULIH, PALPOS.ID - Dalam upaya serius menurunkan dan menuntaskan angka stunting di kota Prabumulih, Pemerintah Kota (Pemkot) Prabumulih kembali menunjukkan komitmennya dengan menggelar Pertemuan Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Tingkat Kota yang berlangsung pada Rabu, 6 Agustus 2025, bertempat di Auditorium Fave Hotel Kota Prabumulih.

Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Prabumulih, H Elman ST MM, dan dihadiri oleh berbagai unsur terkait, mulai dari perangkat daerah, camat, lurah, kepala desa, perwakilan organisasi perangkat daerah (OPD), kader kesehatan, hingga kepala perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Selatan.

Dalam sambutannya, Sekda Prabumulih, H Elman ST MM, menegaskan bahwa Pemerintah Kota Prabumulih menetapkan target bebas stunting (Zero Stunting) pada tahun 2027.

“Terkait stunting ini, program Pak Walikota menargetkan pada tahun 2027 nanti Kota Prabumulih bebas stunting.

BACA JUGA:Polres Prabumulih Bangun Dapur SPPG, Target Layani 3.942 Pelajar

BACA JUGA:Mancing Berujung Maut, Seorang Pelajar di Prabumulih Ditemukan Tewas Tenggelam di Kolam Waituki

Artinya, tidak ada lagi penderita stunting pada balita di Prabumulih,” tegas Elman.

Komitmen ini bukan sekadar wacana, tetapi merupakan bagian dari rencana kerja besar yang telah disusun dan dikolaborasikan lintas sektor.

Menurut Elman, pemerintah terus melakukan intervensi menyeluruh yang tidak hanya menargetkan penderita stunting, tetapi juga mencakup pencegahan terhadap potensi munculnya kasus-kasus baru.

Lebih lanjut, Elman menjelaskan bahwa angka stunting di Kota Prabumulih menunjukkan tren penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun.

BACA JUGA:Pemkot Prabumulih Alokasikan Rp360 Juta untuk Program Jaminan Kota, Solusi Kesehatan Warga Tak Tercover BPJS

BACA JUGA:Sambut HUT RI ke-80, Satlantas Prabumulih Bagikan Bendera, Biskuit dan Edukasi Pengendara

Hingga tahun 2025, tercatat hanya ada 41 kasus stunting, atau sekitar 9,3 persen dari total populasi balita di Prabumulih.

“Alhamdulillah, angka stunting kita di Prabumulih sekarang hanya 9,3 persen.

Itu jauh di bawah rata-rata nasional yang saat ini berada di angka 14 persen. Kita tinggal punya 41 kasus lagi,” paparnya.

Penurunan angka stunting tersebut merupakan hasil dari strategi gotong royong yang diterapkan secara masif oleh Pemerintah Kota Prabumulih.

BACA JUGA:DPRD Prabumulih Gelar RDP dengan RS AR Bunda, Bahas Penundaan Penanganan Pasien Emergency Anak Wali Kota

BACA JUGA:Nekat Edarkan Sabu di Prabumulih, Pasutri Asal PALI Diringkus Ipda Rinto Bulex

Semua elemen masyarakat, mulai dari RT, RW, Lurah, Kades, Camat, hingga OPD dilibatkan secara aktif dalam upaya penurunan stunting.

Elman menekankan bahwa penanganan stunting bukan hanya tugas satu dinas saja, melainkan menjadi tanggung jawab kolektif seluruh elemen masyarakat dan pemerintahan.

Model gotong royong inilah yang menjadi kekuatan utama Kota Prabumulih dalam mengatasi persoalan gizi buruk dan kekerdilan pada anak.

“Saya sudah sampaikan kepada perwakilan provinsi, di Prabumulih ini kita mengedepankan kerja sama lintas sektor.

Jadi bukan hanya Dinas Kesehatan atau Dinas P2KB saja yang bekerja, tetapi semua OPD, termasuk Lurah, RT RW, hingga masyarakat sendiri,” jelasnya.

Upaya gotong royong ini dibuktikan dengan adanya pengawasan menyeluruh terhadap ibu hamil sejak masa kehamilan, proses persalinan, hingga masa tumbuh kembang anak.

Pemkot melalui Dinas Kesehatan secara aktif melakukan pendampingan, edukasi, dan intervensi gizi kepada kelompok rentan.

Tidak hanya fokus pada aspek gizi, Pemkot Prabumulih juga melihat faktor lingkungan dan kondisi sosial ekonomi keluarga sebagai aspek penting dalam upaya pencegahan stunting.

Oleh karena itu, pemerintah kota juga menaruh perhatian besar terhadap kebersihan lingkungan, status pekerjaan orang tua, kondisi rumah tinggal, hingga pola makan anak.

“Pola makan anak itu penting. Tapi lingkungan tempat dia tumbuh, apakah bersih atau tidak, juga mempengaruhi.

Begitu juga dengan pekerjaan orang tuanya.

Kalau kondisi ekonomi keluarga lemah, ini juga berisiko terhadap pemenuhan gizi anak,” ujar Elman.

Karenanya, Pemkot juga bekerja sama dengan Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), hingga Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) untuk memastikan integrasi program intervensi gizi dengan perbaikan lingkungan dan ekonomi keluarga.

Elman tak henti-hentinya mengimbau partisipasi aktif masyarakat untuk mendeteksi dan mencegah kasus stunting di lingkungan masing-masing.

Ia meminta agar para RT, RW, dan Lurah rutin memantau warganya, dan segera melaporkan apabila ditemukan kasus-kasus baru atau indikasi stunting pada anak.

“Kepada RT RW, Lurah dan Camat, tolong awasi terus kondisi warganya.

Jangan sampai ada warga yang tiba-tiba diketahui menderita stunting tanpa terdeteksi sebelumnya.

Kalau ada, cepat laporkan agar segera ditangani,” ujarnya.

Pentingnya keterlibatan masyarakat ini menjadi faktor penentu keberhasilan strategi penanganan stunting di Prabumulih.

Dengan pola komunikasi dua arah antara pemerintah dan warga, kasus bisa segera diketahui dan intervensi pun bisa dilakukan secara cepat dan tepat.

Dalam kegiatan tersebut, juga dibahas sejumlah strategi jangka panjang yang akan dijalankan oleh Pemkot Prabumulih.

Salah satunya adalah integrasi seluruh program penanganan stunting ke dalam sistem digital dan pemetaan wilayah rawan stunting berbasis data real-time.

Langkah ini dinilai penting agar pemerintah bisa mengalokasikan sumber daya dengan efisien, serta memastikan intervensi dilakukan tepat sasaran.

Melalui integrasi ini, OPD bisa berkoordinasi lebih baik dan berbasis data yang akurat, bukan sekadar asumsi.

Dalam kesempatan itu juga dibahas peran penting sektor swasta, dunia usaha, dan CSR perusahaan dalam mendukung program percepatan penurunan stunting.

Pemkot Prabumulih mendorong agar seluruh perusahaan yang beroperasi di kota ini turut berkontribusi melalui program-program sosial berbasis kesehatan dan gizi.

“Kita juga akan ajak perusahaan-perusahaan untuk ikut serta dalam program ini.

CSR mereka bisa diarahkan untuk mendukung posyandu, pemberian makanan tambahan, dan edukasi gizi,” ungkap Elman.

Dengan keterlibatan swasta, beban pemerintah akan terbantu, sementara masyarakat juga mendapatkan manfaat yang lebih luas dari sinergi berbagai pihak.

Seluruh peserta pertemuan sepakat bahwa penanganan stunting membutuhkan kolaborasi yang erat antar instansi, baik di tingkat kota, provinsi, hingga nasional.

Tidak ada satu pihak pun yang bisa bekerja sendiri dalam menyelesaikan persoalan ini.

Melalui strategi komprehensif dan kolaboratif yang disusun dalam pertemuan koordinasi ini, Pemkot Prabumulih berharap bisa menciptakan generasi emas yang sehat, cerdas, dan berkualitas menjelang Indonesia Emas 2045.

Zero stunting bukan hanya tentang angka, tapi tentang investasi jangka panjang dalam sumber daya manusia (SDM).

“Kalau kita ingin anak-anak kita cerdas, kuat, dan punya masa depan yang cerah, maka stunting harus kita tuntaskan hari ini.

Jangan sampai anak-anak kita kehilangan masa depan karena masalah gizi,” pungkas Elman. (abu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: