Kue Lumpur : Kelezatan Tradisional yang Tetap Relevan di Tengah Modernitas

Kue Lumpur : Kelezatan Tradisional yang Tetap Relevan di Tengah Modernitas

Kue lumpur klasik kami hadir dengan sentuhan modern seperti matcha, red velvet, dan topping kekinian.-Fhoto: Istimewa-

PALPOS.ID – Di tengah gempuran makanan modern dan tren kuliner global, kue tradisional Indonesia tetap mampu bertahan dan bahkan semakin digemari.

Salah satunya adalah kue lumpur, kue basah yang memiliki cita rasa manis, lembut, dan legit ini kembali naik daun, baik di pasar lokal maupun dunia maya.

 

Kue lumpur merupakan salah satu kue tradisional Indonesia yang terbuat dari campuran kentang, santan, telur, gula, dan tepung terigu.

Kue ini memiliki tekstur yang sangat lembut dan lembek, mirip puding padat, dengan aroma wangi dari vanila atau pandan.

BACA JUGA:Kue Sus Buah, Inovasi Segar yang Kian Digemari Pecinta Kuliner Tanah Air

BACA JUGA:Kue Pancong : Cita Rasa Tradisional yang Tak Lekang oleh Waktu

Biasanya, di bagian atasnya diberi topping kismis, kelapa muda, atau irisan nangka untuk memperkaya rasa.

 

Menurut ahli kuliner Nusantara, Dr. Heni Rachmawati, kue lumpur sudah dikenal sejak zaman kolonial Belanda.

“Kue ini diyakini terinspirasi dari puding Eropa yang kemudian diadaptasi dengan bahan lokal seperti santan dan kentang,” jelasnya saat ditemui di acara Festival Jajanan Tradisional di Jakarta.

 

Nama “kue lumpur” memang terdengar unik dan tak biasa.

BACA JUGA:Lepet : Pangan Tradisional Nusantara Yang Mulai Kembali Dilirik Generasi Muda

BACA JUGA:Kue Mendut : Kelezatan Tradisional yang Terus Dijaga di Tengah Arus Modernisasi

Banyak yang mengira namanya berasal dari tampilan atau teksturnya yang lembek dan “becek”, mirip lumpur.

Namun, menurut beberapa literatur kuliner, nama tersebut kemungkinan juga berasal dari pengaruh Belanda.

Ada dugaan bahwa nama aslinya adalah “moelleux” yang dalam bahasa Prancis berarti lembut atau moist, dan kemudian mengalami pergeseran pengucapan oleh lidah lokal menjadi “lumpur”.

 

Meski tidak ada catatan sejarah resmi mengenai asal muasal nama ini, masyarakat sudah mengenalnya sebagai “kue lumpur” sejak lama, dan kini nama itu justru menjadi daya tarik tersendiri karena unik dan mudah diingat.

 

BACA JUGA:Nagasari Pisang, Jajanan Tradisional yang Tetap Lestari di Tengah Gempuran Makanan Modern

BACA JUGA:Kue Talam Pandan : Keunikan dan Popularitas Kue Tradisional yang Tak Pernah Lekang oleh Waktu

Dengan berkembangnya selera konsumen, kini kue lumpur mengalami banyak inovasi.

Tidak hanya menggunakan kentang, beberapa pembuat kue mulai menggunakan bahan seperti labu kuning, ubi ungu, bahkan durian untuk memberikan sentuhan rasa yang berbeda.

Begitu pula dari segi bentuk dan tampilan, ada yang menggunakan cetakan bunga, karakter kartun, atau topping kekinian seperti cokelat, keju, dan boba.

 

Salah satu pengusaha kue rumahan, Dewi Kurniasih, mengungkapkan bahwa varian kue lumpur modern sangat digemari kalangan muda.

“Anak-anak zaman sekarang suka yang estetik dan beda.

Saya coba bikin kue lumpur rasa red velvet dan matcha, ternyata responnya luar biasa.

Tapi tetap, yang klasik dengan topping kelapa muda masih jadi favorit utama,” katanya.

 

Usaha kue lumpur milik Dewi yang bernama “LumpurLicious” bahkan sudah menjual lebih dari 10.000 potong kue setiap bulan, baik melalui toko offline maupun online.

Ini menunjukkan bahwa kue tradisional bisa tetap eksis dan bersaing jika dikemas secara kreatif dan menyesuaikan dengan tren pasar.

 

Kue lumpur juga mendapatkan perhatian besar di media sosial, terutama TikTok dan Instagram.

Banyak konten kreator kuliner yang membagikan resep dan teknik pembuatan kue lumpur, baik versi klasik maupun modern.

Video-video dengan tagar #KueLumpur bahkan telah ditonton jutaan kali, membuktikan bahwa kue ini memiliki daya tarik lintas generasi.

 

Menurut pengamat media sosial, Randy Saputra, kue-kue tradisional seperti kue lumpur justru memiliki nilai jual yang tinggi di era digital.

“Ada unsur nostalgia dan keunikan budaya lokal yang membuatnya menarik. Generasi muda penasaran, sedangkan generasi tua merasa bernostalgia,” ujarnya.

 

Kue lumpur tidak hanya populer di dalam negeri.

Beberapa diaspora Indonesia di luar negeri juga aktif mempromosikan kue ini di acara-acara kebudayaan.

Di Belanda dan Jepang, misalnya, kue lumpur kerap disajikan dalam bazar komunitas Indonesia atau festival makanan Asia Tenggara.

 

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun mulai melirik potensi ekspor kue tradisional, termasuk kue lumpur.

Dalam program “Indonesia Spice Up the World”, kue lumpur masuk dalam daftar produk UMKM yang akan didorong untuk dipasarkan di luar negeri.

 

“Ini bukan hanya tentang makanan, tapi tentang identitas dan warisan budaya kita.

Kue lumpur adalah contoh konkret bagaimana tradisi bisa tetap hidup dan berkembang,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, dalam peluncuran program tersebut.

 

 

 

 

 

Kue lumpur adalah bukti nyata bahwa makanan tradisional Indonesia tidak hanya lezat, tetapi juga memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi.

Dengan inovasi yang tetap menjaga esensi aslinya, kue ini terus berkembang dan beradaptasi dengan zaman.

Di tengah era digital dan globalisasi, kue lumpur tetap mampu merebut hati masyarakat sebagai simbol rasa dan nostalgia Nusantara yang tak lekang oleh waktu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: