Lepet : Pangan Tradisional Nusantara Yang Mulai Kembali Dilirik Generasi Muda

Lepet : Pangan Tradisional Nusantara Yang Mulai Kembali Dilirik Generasi Muda

Di balik setiap gigitan lepet, ada cerita kebersamaan dan tradisi yang tak ternilai. -Fhoto: Istimewa-

PALPOS.ID – Di tengah gempuran makanan modern dan cepat saji, makanan tradisional Indonesia perlahan mulai kembali mendapatkan tempat di hati masyarakat, khususnya generasi muda.

Salah satu makanan tradisional yang kini mulai dilirik kembali adalah lepet, camilan berbahan dasar ketan dan kacang tanah yang dibungkus dengan daun kelapa muda (janur) ini mulai banyak ditemukan di berbagai festival kuliner, pasar tradisional, hingga dijual secara daring.

 

Lepet adalah makanan khas yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, Bali, dan sebagian Sumatera.

Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, lepet biasa disajikan saat hari-hari besar seperti Lebaran atau saat acara keluarga.

BACA JUGA:Kue Mendut : Kelezatan Tradisional yang Terus Dijaga di Tengah Arus Modernisasi

BACA JUGA:Nagasari Pisang, Jajanan Tradisional yang Tetap Lestari di Tengah Gempuran Makanan Modern

Sedangkan di daerah lain, lepet menjadi sajian harian yang dinikmati sebagai camilan atau pengganti nasi.

 

Lepet dipercaya berasal dari budaya agraris masyarakat Jawa yang sangat menghargai hasil bumi seperti padi dan kacang.

Nama "lepet" sendiri berasal dari kata "leuput" dalam bahasa Jawa kuno yang berarti "melekat" atau "menyatu", melambangkan kebersamaan dan kekeluargaan.

 

Menurut budayawan dari Universitas Gadjah Mada, Dr. R. Suryo Nugroho, lepet memiliki nilai filosofis yang dalam. “Lepet itu simbol kekompakan.

BACA JUGA:Kue Talam Pandan : Keunikan dan Popularitas Kue Tradisional yang Tak Pernah Lekang oleh Waktu

BACA JUGA:Kue Talam Ebi : Perpaduan Rasa Gurih dan Tradisi Nusantara yang Melegenda

Lihat saja bentuknya yang padat dan dibungkus rapi, menunjukkan eratnya hubungan antaranggota keluarga.

Dulu, lepet sering dibuat bersama-sama saat menjelang Lebaran, sebagai bagian dari tradisi gotong royong,” jelasnya.

 

Proses pembuatan lepet cukup unik dan memerlukan ketelatenan.

Ketan dan kacang tanah direbus hingga matang, lalu dicampur dengan santan dan garam untuk memberikan cita rasa gurih.

BACA JUGA:Carabikang : Kue Mekar Tradisional yang Kian Digemari di Era Modern

BACA JUGA:Kue Lapis Kenyal Kembali Populer, Jajanan Tradisional Ini Bangkit di Tengah Tren Kuliner Modern.

Setelah itu, campuran tersebut dibungkus dengan janur yang telah dilayukan di atas api agar lentur.

Janur kemudian dililit dan diikat kuat hingga membentuk silinder kecil.

Selanjutnya, lepet dikukus selama kurang lebih 2 jam hingga matang sempurna.

 

Bentuk lepet yang sederhana menyimpan kenangan bagi banyak orang Indonesia.

Banyak yang mengaitkannya dengan masa kecil di desa, saat mereka membantu orang tua membuat lepet di dapur atau saat perayaan hari raya tiba.

 

Dalam beberapa tahun terakhir, tren kuliner Indonesia mengalami pergeseran ke arah pelestarian makanan tradisional.

Beberapa pelaku UMKM dan kreator kuliner mencoba memodifikasi lepet agar lebih menarik bagi generasi muda.

Contohnya adalah lepet isi cokelat, keju, atau bahkan daging ayam suwir.

Inovasi ini tidak menghilangkan esensi lepet sebagai makanan berbasis ketan, namun memberikan sentuhan modern yang menggugah selera.

 

Rina Anggraini, pemilik usaha Lepet Modern Maknyus di Yogyakarta, mengatakan bahwa inovasi ini dilakukan agar lepet bisa bersaing di tengah maraknya camilan kekinian.

“Awalnya kami jual lepet tradisional saja, tapi setelah dicoba menambahkan isian yang lebih bervariasi, anak-anak muda jadi lebih tertarik.

Sekarang kami bahkan punya lepet matcha dan lepet red velvet,” ujarnya sambil tertawa.

 

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) turut memberikan perhatian terhadap makanan tradisional seperti lepet.

Dalam berbagai program pengembangan UMKM kuliner, lepet sering dijadikan contoh produk budaya lokal yang berpotensi dikembangkan untuk pasar nasional maupun ekspor.

 

“Kita punya ribuan makanan khas dari Sabang sampai Merauke.

Lepet adalah salah satu ikon kuliner tradisional yang sangat potensial, apalagi dengan inovasi yang terus dilakukan oleh anak-anak muda.

Kami mendukung penuh agar lepet bisa dikenal hingga mancanegara,” ujar Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

 

Selain pemerintah, sejumlah komunitas pecinta kuliner tradisional juga gencar mempromosikan lepet.

Di media sosial, muncul tagar seperti #LestarikanLepet dan #LepetNusantara yang digunakan untuk mengampanyekan makanan ini ke khalayak yang lebih luas.

 

Kendati mengalami peningkatan popularitas, tantangan tetap ada.

Ketersediaan janur yang makin terbatas di beberapa kota besar membuat proses produksi lepet menjadi kurang efisien.

Selain itu, masih banyak generasi muda yang belum tahu cara membuat lepet secara tradisional.

 

Beberapa sekolah dan komunitas mulai mengadakan pelatihan membuat lepet sebagai bagian dari pelajaran muatan lokal atau kegiatan ekstrakurikuler.

Harapannya, warisan kuliner ini tidak hanya dikenal, tetapi juga dilestarikan dengan cara yang menyenangkan.

 

 

 

 

 

Dengan nilai budaya, cita rasa khas, dan potensi ekonomi yang dimilikinya, lepet bukan sekadar makanan tradisional—ia adalah bagian dari identitas bangsa.

Saat makanan tradisional lain mulai menghilang, lepet justru menunjukkan bahwa jika dilestarikan dan disesuaikan dengan zaman, warisan leluhur ini akan tetap hidup di hati masyarakat Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: