Sayur Lodeh : Hidangan Tradisional yang Tetap Melekat di Hati Masyarakat Indonesia

Sayur lodehh-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID - Di tengah maraknya tren kuliner modern dan internasional, keberadaan masakan tradisional Indonesia seperti sayur lodeh tetap bertahan dan terus dicintai masyarakat.
Sayur lodeh, yang dikenal sebagai salah satu kuliner khas Jawa, bukan sekadar hidangan rumahan, tetapi juga menyimpan nilai-nilai budaya dan sejarah yang mendalam.
Sayur lodeh adalah masakan berbahan dasar sayuran yang dimasak dengan kuah santan.
Umumnya, sayur ini berisi labu siam, terong, kacang panjang, jagung muda, tempe, tahu, dan kadang ditambah nangka muda atau melinjo.
BACA JUGA:Fenomena Bakso Goreng : Camilan Gurih yang Menggoda Selera
BACA JUGA:Ayam Goreng Lengkuas : Kuliner Tradisional yang Memikat Lidah dan Menyimpan Khasiat
Kombinasi sayuran ini dimasak dengan santan kelapa dan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, lengkuas, daun salam, dan kencur.
Salah satu keunikan dari sayur lodeh adalah warna kuahnya yang bisa bervariasi tergantung pada jenis bumbu yang digunakan.
Ada yang menggunakan bumbu kuning dengan kunyit, ada pula yang memakai cabai merah atau hijau sehingga menghasilkan lodeh merah atau hijau.
Namun, rasa gurih dari santan dan perpaduan rempah-rempah tetap menjadi ciri khas yang tak tergantikan.
BACA JUGA:Lumpia Ayam Suwir : Inovasi Cita Rasa Nusantara dalam Balutan Kulit Renyah
BACA JUGA:Martabak Telur : Cita Rasa Legendaris yang Tak Pernah Pudar
Menurut sejumlah catatan budaya Jawa, sayur lodeh bukan hanya sekadar makanan, melainkan bagian dari tradisi ritual masyarakat Jawa, khususnya dalam konteks tolak bala atau menolak bencana.
Dalam tradisi kejawen, masyarakat membuat sayur lodeh pada saat-saat tertentu seperti ketika ada bencana, pagebluk (wabah), atau menjelang tahun baru Jawa (1 Suro).
Salah satu contoh ritual tersebut adalah "sedekah bumi" atau "kenduri desa" yang biasa digelar di beberapa daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Dalam ritual ini, sayur lodeh menjadi salah satu menu utama yang dipercaya mampu membawa berkah dan menjaga harmoni antara manusia dan alam semesta.
BACA JUGA:Sensasi Pedas Gurih dalam Seporsi Kepiting Saus Cili yang Menggoda Selera
BACA JUGA:Nasi Kuning : Kuliner Tradisional yang Tetap Eksis dan Mempesona Lidah Nusantara
Sastrawan dan budayawan Jawa, Alm. Umar Kayam, pernah menyebut dalam salah satu tulisannya bahwa sayur lodeh merupakan simbol kerendahan hati dan kesederhanaan masyarakat Jawa.
Kuah santan yang lembut dan hangat mencerminkan sifat teduh dan penuh welas asih, selaras dengan filosofi hidup masyarakat agraris.
Salah satu alasan utama mengapa sayur lodeh tetap eksis adalah karena masakan ini lekat dengan nuansa rumah dan kenangan masa kecil.
Banyak orang mengenang sayur lodeh sebagai masakan buatan ibu atau nenek mereka di kampung halaman. Kehangatan dan kelezatan sayur ini kerap mengobati kerinduan akan suasana rumah.
“Kalau saya kangen rumah, pasti bikin sayur lodeh. Apalagi kalau pakai nangka muda dan tempe semangit (tempe yang sedikit difermentasi), rasanya langsung membawa saya ke masa kecil,” ujar Wulandari (39), seorang ibu rumah tangga asal Solo yang kini tinggal di Jakarta.
Tak hanya di rumah, sayur lodeh kini juga banyak ditemukan di rumah makan, warung makan pinggir jalan, hingga restoran berbintang yang mengangkat menu tradisional.
Bahkan, sejumlah chef ternama Indonesia mulai mengeksplorasi ulang sayur lodeh dengan sentuhan modern, seperti disajikan dengan nasi gurih, sambal korek, dan kerupuk udang.
Di tengah upaya pelestarian kuliner Nusantara, berbagai komunitas dan pelaku kuliner mulai melakukan inovasi terhadap sayur lodeh.
Beberapa di antaranya mencoba mengganti santan kelapa dengan susu kedelai atau santan rendah lemak untuk menyesuaikan dengan gaya hidup sehat.
Ada pula yang menambahkan bahan seperti jamur, wortel, atau brokoli agar lebih variatif dan kaya nutrisi.
“Kami ingin generasi muda tetap bisa menikmati lodeh, tapi dengan tampilan dan komposisi yang sesuai dengan selera masa kini.
Tanpa menghilangkan rasa otentiknya,” ujar Chef Bima Putra, pemilik restoran "Dapur Jawa Modern" di Bandung.
Langkah ini disambut baik oleh para penikmat kuliner, terutama mereka yang sadar akan pola makan sehat.
Meski begitu, sebagian penikmat setia lodeh tetap lebih menyukai versi tradisional yang dimasak secara perlahan menggunakan tungku kayu dan santan asli.
Di tengah meningkatnya minat global terhadap masakan etnik dan autentik, sayur lodeh mulai menarik perhatian para pecinta kuliner mancanegara.
Sejumlah food vlogger dan blogger kuliner luar negeri seperti Mark Wiens dan Trevor James (The Food Ranger) pernah mencicipi sayur lodeh dan memuji kompleksitas rasanya.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga telah memasukkan sayur lodeh ke dalam katalog promosi kuliner Nusantara yang dibawa ke berbagai pameran dan festival internasional. Diharapkan, dengan promosi yang konsisten, sayur lodeh bisa dikenal luas seperti rendang dan nasi goreng.
Sayur lodeh bukan hanya soal rasa, tapi juga tentang warisan budaya, nilai-nilai kearifan lokal, dan kenangan yang melekat kuat dalam benak banyak orang Indonesia.
Dalam era globalisasi yang serba cepat, menjaga kuliner tradisional seperti sayur lodeh tetap hidup adalah bentuk penghormatan terhadap identitas dan jati diri bangsa.
Sebagaimana pepatah Jawa mengatakan, “Ajining diri saka lathi, ajining bangsa saka kulinere” — harga diri seseorang tergantung pada ucapannya, dan harga diri bangsa tercermin dari kekayaan kulinernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: