Cumi Hitam, Kuliner Laut yang Kaya Rasa dan Budaya

Cumi hitam, si hitam manis dari laut!-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID - Cumi hitam, olahan laut yang khas dengan warna gelap dari tinta cumi-cumi, semakin mencuri perhatian pecinta kuliner Nusantara.
Hidangan ini tak hanya menggugah selera karena cita rasanya yang gurih dan unik, tetapi juga menyimpan sejarah panjang dalam tradisi kuliner berbagai daerah di Indonesia.
Di tengah tren makanan modern, cumi hitam tetap bertahan sebagai salah satu menu favorit di banyak rumah makan, mulai dari warung kaki lima hingga restoran berbintang.
Tekstur cuminya yang kenyal, berpadu dengan kuah tinta yang pekat dan kaya bumbu rempah, menjadikan masakan ini sulit dilupakan.
BACA JUGA:Udang Selingkuh, Sensasi Kuliner Unik dari Pegunungan Papua
BACA JUGA:Gulai Daun Singkong : Hidangan Sederhana yang Kaya Rasa dan Tradisi
Meski tak ada catatan pasti mengenai asal usul cumi hitam, banyak daerah pesisir di Indonesia mengklaim memiliki versi khas dari hidangan ini.
Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, cumi hitam sering disajikan dengan bumbu pedas dan santan, dikenal dengan nama “cumi-cumi bumbu hitam”.
Di Bali dan Lombok, versi cumi hitam biasanya lebih kental dengan pengaruh rempah lokal seperti base genep.
Menurut Chef Luluk Widiyastuti, seorang pengamat kuliner dari Surabaya, cumi hitam sudah lama menjadi bagian dari tradisi masyarakat pesisir.
BACA JUGA:Nasi Jamblang : Cita Rasa Khas Cirebon yang Tak Lekang oleh Zaman
BACA JUGA:Rujak Soto : Perpaduan Kuliner Unik yang Menggugah Selera
“Cumi adalah hasil tangkapan harian para nelayan. Dulu, tinta cumi dianggap limbah, tapi kemudian justru menjadi bahan utama dalam sebuah masakan yang kini populer,” ungkapnya.
Penggunaan tinta cumi juga bukan hanya sekadar pewarna alami. Dalam tradisi memasak kuno, tinta cumi dipercaya dapat memberikan rasa umami yang kuat dan meningkatkan aroma khas laut pada masakan.
Cumi-cumi adalah sumber protein hewani yang rendah lemak, kaya omega-3, serta mengandung mineral penting seperti zat besi, seng, dan magnesium.
Tinta cumi juga dipercaya memiliki manfaat kesehatan, meskipun masih terbatas penelitian ilmiahnya.
BACA JUGA:Nasi Sumsum : Kuliner Tradisional yang Kaya Rasa dan Nutrisi
BACA JUGA:Nasi Timbel, Kuliner Khas Sunda yang Tetap Jadi Primadona di Tengah Gempuran Makanan Modern
Beberapa studi menyebutkan tinta cumi mengandung antioksidan alami yang dapat membantu melawan radikal bebas dalam tubuh.
“Cumi hitam bisa menjadi pilihan makanan laut yang sehat, asal diolah dengan benar dan tidak terlalu banyak minyak atau garam,” kata dr. Dwi Rachmawati, ahli gizi dari Yogyakarta.
Ia juga menambahkan bahwa cumi cocok untuk diet tinggi protein dan rendah kalori, selama tidak dikonsumsi berlebihan.
Seiring meningkatnya minat terhadap kuliner tradisional, banyak chef dan pelaku industri makanan mulai mengangkat cumi hitam ke tingkat yang lebih tinggi.
Di Jakarta, misalnya, beberapa restoran menyajikan cumi hitam dalam bentuk fusion, seperti spaghetti cumi hitam atau risotto tinta cumi dengan sentuhan bumbu Indonesia.
Chef Yuda Bustara, yang dikenal lewat acara kuliner di televisi, menyebut cumi hitam sebagai “superstar baru” dalam dunia kuliner modern.
“Banyak orang tertarik mencoba karena tampilannya unik. Tapi begitu mencicipi, mereka langsung jatuh cinta pada rasanya yang kompleks, asin-gurih, dan sedikit manis dari tinta cuminya,” ujar Yuda.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa memasak cumi hitam membutuhkan teknik yang tepat.
“Jika cumi terlalu lama dimasak, dagingnya bisa alot. Dan jika tinta tidak dibersihkan dengan hati-hati, rasanya bisa pahit,” tambahnya.
Di balik kelezatannya, cumi hitam juga mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal. Masyarakat pesisir seperti di Madura, Jepara, dan Banyuwangi memanfaatkan seluruh bagian cumi, termasuk tintanya, sebagai bentuk penghargaan terhadap hasil laut.
Ini merupakan bagian dari prinsip zero waste yang kini kembali digaungkan di berbagai bidang.
Beberapa UMKM kuliner pun mulai memproduksi cumi hitam dalam bentuk beku siap saji atau dalam kemasan kaleng, sebagai upaya memperluas pasar dan mengenalkan kuliner ini ke generasi muda.
“Banyak anak muda sekarang penasaran karena warnanya unik. Lewat media sosial, cumi hitam jadi viral.
Ini kesempatan kita untuk mengenalkan warisan kuliner kepada publik yang lebih luas,” kata Rizka Anggraini, pelaku UMKM kuliner di Semarang yang menjual cumi hitam dalam kemasan frozen food.
Meski semakin populer, keberlanjutan produksi cumi-cumi masih menjadi tantangan.
Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), permintaan cumi di pasar domestik dan ekspor terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini bisa mengancam populasi cumi jika tidak diimbangi dengan praktik penangkapan yang bertanggung jawab.
“Kita harus mulai memikirkan cara penangkapan cumi yang berkelanjutan. Jangan sampai karena tren, kita justru merusak ekosistem laut,” kata Wahyu Nugroho, aktivis lingkungan dari LSM Laut Lestari.
Ia juga menyarankan agar masyarakat mendukung nelayan lokal yang menerapkan metode ramah lingkungan, seperti penggunaan jaring selektif dan pembatasan musim tangkap.
Cumi hitam bukan sekadar makanan, tapi representasi dari kekayaan laut, tradisi kuliner, hingga kreativitas masyarakat Indonesia.
Di tengah gempuran makanan cepat saji, kehadiran cumi hitam menjadi pengingat bahwa masakan lokal memiliki kekuatan rasa dan nilai budaya yang luar biasa.
Dengan dukungan dari masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah, cumi hitam bisa terus lestari, tidak hanya sebagai menu andalan di meja makan, tetapi juga sebagai bagian dari identitas kuliner Nusantara yang membanggakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: