TANGGERANG, PALPOS.ID - Pembentukan Provinsi Tangerang Raya semakin dekat menjadi kenyataan, namun pertanyaan besar mengenai implikasi terhadap identitas budaya dan sejarah setempat muncul sebagai titik perhatian kritis.
Bagaimana pemekaran provinsi dapat mempengaruhi keragaman budaya dan warisan historis daerah ini?
Adakah dampak negatif terhadap pelestarian bahasa daerah, tradisi, dan situs-situs sejarah?
BACA JUGA:Fakta Tersembunyi Tangerang Raya, Calon Provinsi Baru Pemekaran Banten: Haji Gusuran hingga Kue Doko
Wilayah Kabupaten Tangerang dikenal sebagai rumah bagi beragam kelompok etnis, menjadikannya multikultural dengan keanekaragaman bahasa.
Bahasa Sunda Banten merupakan bahasa utama bagi masyarakat asli.
Namun, ada kekhawatiran bahwa dengan pemekaran provinsi, bahasa dan dialek lokal bisa semakin terpinggirkan.
Pemekaran wilayah bisa membawa influensi budaya dan bahasa dari luar yang bisa menenggelamkan keberagaman linguistik setempat.
Selain itu, tradisi unik seperti 'ngabesan' dalam acara pernikahan, yang merupakan sebuah simbol persaudaraan dan kekompakan antara kedua keluarga, juga bisa menghadapi ancaman.
Tradisi ini bisa terkikis oleh modernitas dan perubahan norma budaya yang cepat, apalagi dengan masuknya penduduk baru dan pengaruh budaya asing.
BACA JUGA:4 Calon Provinsi Baru Pemekaran NTT : Potensi Mendunia Atambua Calon Ibukota Provinsi Timor Barat
Pembentukan Provinsi Tangerang Raya juga menimbulkan pertanyaan penting mengenai pelestarian situs-situs sejarah.
Salah satu contohnya adalah Masjid Jamik, masjid tertua di Kabupaten Tangerang.
Apakah pembentukan provinsi baru akan membawa angin segar untuk pelestarian situs-situs sejarah atau justru sebaliknya, mengarah pada pembangunan yang tidak terkendali yang bisa mengancam eksistensi warisan sejarah ini?