Penyajian serabi sering kali terikat dengan tradisi dan ritual yang dilakukan oleh masyarakat.
Di beberapa daerah, serabi dijadikan makanan khas yang disajikan pada acara-acara tertentu, seperti perayaan hari besar atau acara keluarga.
Penyajian serabi dalam acara-acara tradisional menggambarkan pentingnya kue ini dalam menjaga nilai-nilai budaya lokal.
Tidak jarang, serabi juga menjadi bagian dari keramaian pasar tradisional yang berlangsung setiap minggu, di mana penjual serabi dengan sigap menghidangkan kue hangat mereka langsung dari atas wajan.
Dengan berkembangnya tren kuliner yang terus mengutamakan keunikan dan keaslian rasa, serabi semakin dikenal oleh masyarakat luas.
Tak hanya itu, para pengusaha kuliner juga banyak yang mulai membuka usaha serabi dengan konsep modern, seperti warung serabi yang menawarkan berbagai pilihan topping kekinian.
Keberagaman varian ini mampu menarik minat banyak kalangan, dari anak muda hingga orang tua.
Era digital telah mengubah cara kita menikmati kuliner, tidak terkecuali serabi.
Dengan hadirnya berbagai platform media sosial, banyak pengusaha kuliner yang memanfaatkan teknologi untuk mempromosikan bisnis mereka.
Foto dan video serabi yang menggugah selera kini dapat ditemukan dengan mudah di Instagram, Facebook, dan TikTok.
Para food blogger dan influencer juga berperan besar dalam memperkenalkan serabi kepada audiens yang lebih luas.
Selain itu, banyak warung serabi yang kini menawarkan layanan pemesanan secara daring (online).
Hal ini memudahkan para pelanggan yang ingin menikmati serabi tanpa harus keluar rumah.
Keberadaan aplikasi layanan pesan antar makanan juga turut mendongkrak penjualan serabi, terutama bagi mereka yang tidak memiliki waktu untuk menikmati makanan di tempat.
Bahkan, beberapa restoran dan kafe modern kini menawarkan serabi sebagai menu utama dalam variasi hidangan mereka.
Serabi disajikan dengan cara yang lebih modern, namun tetap mempertahankan cita rasa tradisionalnya.