Cikijing memiliki akses yang cukup strategis dan menjadi pintu gerbang ke wilayah Jawa Tengah.
Talaga berada lebih di tengah wilayah Bantal Cimale dan memiliki fasilitas yang relatif lengkap.
Penentuan ibu kota kabupaten ini akan sangat menentukan arah pengembangan wilayah, terutama dalam 5–10 tahun pertama setelah pemekaran.
Bagi masyarakat sembilan kecamatan di selatan Majalengka, pemekaran bukan hanya soal status administratif.
Lebih dari itu, mereka melihat pemekaran sebagai jalan menuju keadilan sosial dan pemerataan pembangunan.
Masyarakat berharap akan ada peningkatan infrastruktur, seperti perbaikan jalan dan jembatan, pembangunan sekolah dan puskesmas, hingga pengembangan ekonomi lokal melalui UMKM dan BUMDes.
Apabila Kabupaten Bantal Cimale benar-benar terbentuk, wilayah ini bisa menjadi model keberhasilan daerah otonomi baru berbasis pertanian dan pariwisata alam di Jawa Barat.
Saat ini, Indonesia masih memberlakukan moratorium pemekaran daerah.
Pemerintah pusat menilai bahwa sebelum membuka keran pemekaran kembali, perlu dilakukan evaluasi mendalam terhadap DOB yang sudah terbentuk dalam 20 tahun terakhir.
Namun begitu, semangat masyarakat untuk membentuk Kabupaten Bantal Cimale tidak surut.
Mereka terus memperkuat basis dukungan, menyusun kajian akademik, serta membangun komunikasi dengan pemerintah daerah dan pusat agar rencana ini bisa masuk dalam prioritas pemekaran wilayah nasional ke depan.
Bantal Cimale, Simbol Perjuangan Wilayah Selatan untuk Mandiri
Kabupaten Bantal Cimale bukan hanya gagasan administratif, tetapi merupakan simbol harapan masyarakat akan masa depan yang lebih baik.
Potensi pertanian yang luar biasa, kekayaan wisata alam, dan semangat masyarakat yang tinggi menjadi modal utama menuju kemandirian wilayah.
Dengan perencanaan yang matang, dukungan kebijakan yang tepat, dan kolaborasi antarpemangku kepentingan, pemekaran wilayah ini bisa menjadi kunci pemerataan pembangunan di Jawa Barat, khususnya di kawasan selatan yang selama ini belum tersentuh secara optimal.