Faktor Global dan Geopolitik
BACA JUGA:PGN Terima LNG Domestik,Jaga Ketahanan Pasokan Gas Bumi Nasional
Selain faktor literasi, lonjakan pembelian emas juga dipengaruhi oleh situasi global yang memicu kekhawatiran akan kondisi ekonomi.
Ketegangan geopolitik antara negara-negara besar, terutama yang melibatkan Tiongkok, menjadi salah satu pemicu utama.
“Ketika masyarakat mendengar kabar adanya konflik atau potensi perang, insting pertama adalah mencari aset yang aman. Dan biasanya, mereka lari ke emas,” kata Novryandi.
Ia menjelaskan bahwa ketegangan global menyebabkan volatilitas di pasar saham dan nilai tukar mata uang. Ketika dolar melemah atau harga minyak dunia berfluktuasi, emas menjadi satu-satunya aset yang dinilai stabil dan terus mengalami kenaikan nilai.
Apalagi, lanjutnya, saat terjadi gangguan pada jalur ekspor-impor, masyarakat semakin khawatir akan kelangkaan barang dan penurunan daya beli.
Dalam situasi seperti ini, emas kembali menjadi ‘safe haven’ bagi para investor kecil maupun besar.
Transaksi Melejit hingga Malam Hari
Menariknya, lonjakan pembelian emas juga menyebabkan operasional di beberapa outlet Pegadaian harus diperpanjang hingga malam hari.
Salah satunya terjadi pada pekan ketiga April 2025, di mana transaksi masih berlangsung hingga pukul 19.00–20.00 WIB.
“Biasanya jam operasional kami selesai sore hari, tapi karena animo masyarakat sangat tinggi, kami perpanjang hingga malam. Antrean pembeli terus berdatangan,” ujar Novryandi.
Permintaan yang tinggi bahkan membuat Pegadaian membuka opsi pre-order (PO) dan sistem cicilan untuk memudahkan masyarakat membeli emas.
“Misalnya hari ini harga 1 kg emas sekitar Rp1,1 miliar. Masyarakat bisa pesan dan membayar secara angsuran selama 12 bulan dengan harga yang dikunci hari ini. Ini sangat membantu mereka yang ingin berinvestasi tapi belum punya dana penuh,” jelasnya.
Dua Karakteristik Unik Pembeli Emas