Dengan luas gabungan sekitar 9.600 km² dan jumlah penduduk mendekati 10 juta jiwa, kawasan ini dianggap telah memenuhi sejumlah kriteria pembentukan daerah otonomi baru (DOB).
Usulan pemekaran Provinsi Cirebon bukanlah wacana baru.
Isu ini sudah mencuat sejak awal 2000-an dan sempat menciptakan gelombang dukungan dari berbagai tokoh masyarakat, akademisi, politisi, dan organisasi kebudayaan lokal.
Mereka menilai bahwa Provinsi Jawa Barat, dengan penduduk lebih dari 50 juta jiwa, terlalu besar untuk dikelola secara efektif, dan menyebabkan ketimpangan pembangunan antarwilayah.
Kawasan Cirebon Raya dianggap sering terpinggirkan dalam skema pembangunan provinsi.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Papua Barat Daya: Enam Usulan Kabupaten Baru untuk Menghapus Keterisolasian
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah di Pulau Jawa: Usulan Pembentukan 9 Provinsi Baru Antara Aspirasi dan Realita
Infrastruktur publik, pelayanan sosial, dan akses terhadap fasilitas pemerintah provinsi dirasa lebih mengutamakan wilayah tengah dan selatan Jawa Barat, seperti Bandung Raya dan Priangan Timur.
“Ini bukan soal ingin memisahkan diri, tapi soal memperjuangkan pelayanan publik yang lebih baik dan pembangunan yang merata,” ujar salah satu tokoh masyarakat Cirebon dalam diskusi publik mengenai pemekaran wilayah, yang digelar oleh Forum Cirebon Raya beberapa waktu lalu.
Kekuatan Budaya dan Sejarah Cirebon
Cirebon bukan hanya sekadar nama kota dan kabupaten di pesisir utara Jawa. Cirebon adalah simbol sejarah panjang Nusantara.
Dikenal sebagai daerah pertemuan budaya Jawa, Sunda, Tionghoa, dan Islam, Cirebon merupakan pusat kesultanan Islam yang berdiri sejak abad ke-15.
BACA JUGA:Aspirasi Pemekaran Wilayah Jawa Barat: Usulan Pembentukan Kota Parung Semakin Menyala
Keberadaan Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Keraton Kacirebonan menjadi bukti nyata warisan peradaban tersebut.
Secara historis dan kultural, wilayah Cirebon dan sekitarnya memiliki keunikan yang membedakannya dari wilayah lain di Jawa Barat.