Masyarakat Solo Raya, khususnya, menilai pemekaran ini sebagai bentuk pengakuan terhadap sejarah dan potensi wilayah mereka.
Di sisi lain, ada pula suara-suara kritis yang menyoroti urgensi, kesiapan infrastruktur pemerintahan baru, serta kemungkinan konflik kepentingan antarwilayah.
Namun secara umum, narasi yang berkembang lebih banyak memperlihatkan optimisme.
Perbandingan dengan Yogyakarta
Yogyakarta yang juga merupakan bekas wilayah kerajaan berhasil mendapatkan status sebagai provinsi istimewa dengan kekhususan.
Gubernur DIY secara otomatis dijabat oleh Sultan, sesuai dengan Undang-Undang Keistimewaan.
Lalu, bagaimana dengan Surakarta? Jika Provinsi DIS terbentuk, apakah Kasunanan Surakarta juga akan mendapat peran seremonial atau pemerintahan?
Ini menjadi salah satu poin krusial yang masih harus dirumuskan dengan matang.
Akan tetapi, beberapa pengamat hukum tata negara menilai bahwa kemungkinan penyesuaian status keistimewaan Surakarta akan merujuk pada prinsip otonomi daerah yang diatur dalam UUD 1945 dan UU Pemerintahan Daerah.
Apa Kata Para Tokoh dan Pejabat Daerah?
Sejauh ini, tanggapan dari pejabat dan kepala daerah di wilayah Solo Raya cukup beragam.
Wali Kota Surakarta, dalam beberapa kesempatan, menyatakan terbuka terhadap pembahasan lebih lanjut terkait pemekaran.
Namun, ia menekankan bahwa proses ini harus dilakukan secara transparan dan bertahap.
Beberapa bupati seperti Bupati Karanganyar dan Bupati Sukoharjo menyambut baik gagasan ini, namun menyoroti pentingnya infrastruktur birokrasi dan pembiayaan.
Sementara itu, sebagian masyarakat Kabupaten Klaten dan Boyolali masih mempertimbangkan implikasi sosial-ekonomi dari perubahan administratif tersebut.
Tantangan Realisasi: Moratorium DOB dan Proses Legislasi