Hal ini sejalan dengan semangat ASEAN Connectivity dan diplomasi berbasis masyarakat (people-to-people diplomacy) yang terus digalakkan pemerintah pusat.
Tantangan Menuju Provinsi Baru: Dari Moratorium hingga Kesiapan Daerah
Meski ide pembentukan Provinsi Timor Tengah Utara mendapat dukungan luas dari masyarakat lokal, sejumlah tantangan masih harus dihadapi.
Salah satu yang paling krusial adalah moratorium pemekaran daerah yang masih diberlakukan oleh pemerintah pusat sejak beberapa tahun terakhir.
Moratorium ini diberlakukan untuk memberi waktu bagi daerah-daerah hasil pemekaran sebelumnya agar dapat mandiri secara ekonomi dan administrasi.
Namun demikian, sejumlah daerah strategis seperti kawasan perbatasan kerap mendapat pengecualian dalam kerangka kepentingan nasional.
Tantangan lainnya adalah kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia.
Untuk menjalankan fungsi provinsi, daerah ini harus menyiapkan pusat pemerintahan baru, membentuk organisasi perangkat daerah (OPD), serta menyediakan layanan dasar yang memadai.
Menurut sejumlah tokoh lokal, Kota Kefamenanu di Kabupaten TTU dinilai paling siap untuk menjadi ibu kota provinsi, karena memiliki letak strategis dan infrastruktur dasar yang relatif lebih maju dibanding wilayah lain.
Gerakan untuk membentuk Provinsi Timor Tengah Utara bukanlah wacana baru.
Sudah sejak lebih dari satu dekade lalu, tokoh-tokoh adat, tokoh agama, akademisi, dan pemuda dari TTU, Belu, dan sekitarnya mendorong agar wilayah ini berdiri sebagai provinsi sendiri.
Dalam berbagai forum musyawarah dan diskusi publik, mereka menekankan pentingnya pendekatan pembangunan yang lebih spesifik dan kontekstual di kawasan perbatasan, yang selama ini kurang terakomodasi oleh kebijakan provinsi induk.
“Jika Papua bisa dimekarkan menjadi lima provinsi untuk mempercepat pembangunan dan keamanan, maka sudah selayaknya kawasan perbatasan Timor juga mendapatkan perhatian yang sama,” ujar salah satu tokoh adat dari Biboki.
Untuk mewujudkan pemekaran ini, saat ini telah dibentuk Tim Inisiator Pemekaran Provinsi Timor Tengah Utara yang diketuai oleh perwakilan tokoh masyarakat, akademisi, dan mantan pejabat daerah.
Tim ini telah menggandeng sejumlah perguruan tinggi di Kupang dan Jakarta untuk menyusun naskah akademik dan dokumen kelayakan pemekaran.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan politik dan lobbying ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), guna menyuarakan urgensi pemekaran dengan perspektif strategis nasional.
“Kita harus mampu menunjukkan bahwa pemekaran ini bukan semata keinginan politik lokal, tetapi bagian dari strategi nasional memperkuat wilayah perbatasan negara,” ujar ketua tim inisiator tersebut.