Tidak berhenti sampai di situ, dalam dakwaan jaksa juga terungkap adanya praktik bagi-bagi komisi (fee) antara para pihak yang terlibat.
BACA JUGA:Kejati Sumsel Geledah Rumah Amrullah Tersangka Kasus Korupsi Izin Kawasan Hutan di Musi Rawas
BACA JUGA:Perkara Korupsi Pasar Cinde Masih Bergulir di Kejati Sumsel: Aspidsus Umaryadi Bantah Kasus SP3
Setelah usulan disetujui, terdakwa Arie Martha Redo menemui terdakwa Wisnu Andrio Fatra, rekanan dari CV HK yang ditunjuk sebagai pelaksana proyek.
Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa akan ada fee sebesar 20 persen dari nilai total proyek.
“Fee itu terdiri dari 10 persen untuk terdakwa Apriansyah sebagai Kadis PUPR Banyuasin, dengan rincian 7 persen untuk dirinya pribadi dan 3 persen untuk panitia lelang atau ULP Banyuasin. Sisanya 10 persen lagi untuk terdakwa Arie Martha Redo,” ungkap JPU.
Dalam rentang waktu 10 Mei hingga 8 Juni 2023, JPU mencatat dua kali transaksi ke rekening pribadi Arie Martha Redo.
BACA JUGA:Kejati Sumsel Resmikan Fasilitas Baru untuk Masyarakat di Musi Banyuasin
Pertama sebesar Rp398,8 juta, lalu disusul transfer kedua sebesar Rp208 juta, sehingga total fee yang diterima Arie Martha Redo mencapai Rp606,8 juta.
Dakwaan Berat untuk Tiga Terdakwa
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa dijerat dengan pasal-pasal berat terkait tindak pidana korupsi, yakni:
Pasal 3 Jo Pasal 18
Atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
JPU menyatakan bahwa tindakan ketiganya telah merugikan negara dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap transparansi dan integritas penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam proyek pembangunan infrastruktur berbasis aspirasi rakyat.
BACA JUGA:Kejati Sumsel Usut Dugaan Korupsi di Dinas PUPR dan UKPBJ Banyuasin: Saksi-saksi Segera Dipanggil