Sumiati Surbakti (Srikandi Lestari) menyebut PLTU Pangkalan Susu sebagai simbol inkonsistensi kebijakan transisi energi. Ia menekankan betapa kebijakan ini merusak kredibilitas Indonesia di mata internasional.
BACA JUGA:PGN Memperkuat Perannya Sebagai Agregator Gas Bumi untuk Mendukung Transisi Energi Nasional
Riau
Wilton Panggabean (LBH Pekanbaru) menyebut bahwa cita-cita swasembada energi hanyalah “dalih” untuk eksploitasi lingkungan. Ia juga menyoroti limbah FABA setinggi 15 meter yang merusak pemukiman dan mengancam warga.
Jambi
Deri Sopian (Lembaga Tiga Beradik) menyebut kerugian akibat industri batubara di Jambi mencapai Rp17 triliun. Ia juga menyatakan bahwa Cagar Budaya Candi Muaro Jambi terancam polusi akibat tumpukan batubara.
Lampung
Prabowo Pamungkas (LBH Lampung) menyatakan bahwa polusi abu batubara dari PLTU Sebalang dan Tarahan serta pembuangan limbah ke laut mengancam ekosistem pesisir. Ia menegaskan perlunya prinsip polluter pays.
Sumsel (Sumatera Selatan) & Lahat
Boni Bangen (Sumsel Bersih): Meskipun Sumsel surplus listrik (2.207 MW) dan dominasi PLTU, pemerintah malah menambah kapasitas PLTU baru, memperolok komitmen transisi energi.
BACA JUGA:Di Electricity Connect 2024, PLN Galang Kolaborasi Global Wujudkan Transisi Energi di Indonesia
Melia Satry (Yayasan Anak Padi – Lahat): Menyoroti polusi berat di Kecamatan Merapi akibat PLTU dan kegiatan tambang; warga “menghirup polusi” dan merasa “akan mati” akibat penambahan PLTU batubara
Kritik Terhadap ESDM & Pemerintah
“Kebahlulan ESDM”