Penting untuk tetap memperhatikan porsi,” ujar dr. Rina Maharani, ahli gizi dari Universitas Indonesia.
Namun demikian, menurutnya, kue Tako masih lebih baik dibanding camilan goreng karena tidak menggunakan minyak dan bisa disesuaikan dengan bahan rendah kalori, seperti susu rendah lemak atau pemanis alami.
Melihat tren yang berkembang, sejumlah pelaku usaha bahkan mulai menjajaki kemungkinan mengekspor kue Tako dalam bentuk frozen atau siap saji.
Dengan kemasan vakum dan teknik pasteurisasi sederhana, kue ini dinilai berpotensi menembus pasar Asia Tenggara, terutama di negara-negara seperti Malaysia dan Singapura yang juga tertarik pada makanan kekinian dari Indonesia.
Kreativitas dalam menciptakan varian rasa juga terus berkembang.
Beberapa toko bahkan sudah bereksperimen dengan rasa lokal seperti klepon, durian, es doger, hingga kopi susu gula aren.
"Kami ingin menjadikan kue Tako sebagai bagian dari identitas dessert Indonesia yang modern," ujar Kevin, salah satu pendiri brand dessert lokal di Bandung.
Kue Tako bukan sekadar camilan viral, melainkan cerminan dari kreativitas generasi muda dalam menggabungkan budaya luar dengan cita rasa lokal.
Mudah dibuat, menarik secara visual, dan lezat, kue ini menjadi simbol bagaimana inovasi kuliner bisa membuka peluang bisnis baru dan memperkaya kekayaan kuliner Indonesia.*