Namun, dengan pemisahan ini, NTB sebagai daerah induk akan kehilangan sebagian besar penduduk dan mungkin juga potensi ekonominya.
“Pemekaran wilayah bukan hanya tentang memperbanyak kursi pemerintahan, tetapi tentang mendistribusikan keadilan pembangunan,” ujar seorang pengamat kebijakan publik dari Universitas Mataram.
Ia menegaskan bahwa selama ini ada wilayah di NTB yang merasa kurang terlayani, terutama dalam hal infrastruktur dasar dan pendidikan.
Dampak Sosial dan Kultural: Antara Harapan dan Kekhawatiran
Di tengah semangat desentralisasi, aspek sosial dan budaya menjadi salah satu hal yang paling sensitif.
NTB adalah rumah bagi berbagai suku dan budaya, seperti Sasak, Samawa, dan Mbojo, yang selama ini hidup berdampingan dengan harmonis.
Pemisahan wilayah berpotensi memunculkan perubahan dinamika sosial di tingkat akar rumput.
Bagi sebagian warga, pemekaran dipandang sebagai peluang baru untuk memperkuat identitas lokal dan mempercepat pembangunan yang lebih sesuai dengan karakter daerah masing-masing.
Namun bagi sebagian lainnya, pemisahan dianggap dapat mengikis rasa kebersamaan dan mengancam warisan budaya yang telah terjalin lama.
“Kalau nanti ada provinsi baru, kami khawatir budaya Sasak dan Samawa yang sudah menyatu selama puluhan tahun bisa terbelah,” kata Ahmad, seorang tokoh masyarakat di Lombok Timur.
“Kami mendukung pembangunan, tapi jangan sampai persaudaraan ini hilang karena batas administratif.”