Ini Alasan Hakim Tidak Sepakat Dengan JPU Hukum Mati Terdakwa

Ini Alasan Hakim Tidak Sepakat Dengan JPU Hukum Mati Terdakwa

Suasana sidang narkoba sebanyak 13 kilogram,Foto: Maryati/Palpos.id--

LUBUKLINGGAU,PALPOS.ID.- Nikho Rafhika alias Niko (30), terdakwa kasus narkoba 13 kg sabu-sabu, 2.200 pil ekstasi dan 1,6 kg bubuk amfetamin, jaringan Medan, divonis majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau dengan hukuman seumur hidup. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang meminta terdakwa dihukum mati.

 

Hakim Ketua, Ferry Irawan, didampingi hakim anggota Tri Lestari dan Marselinus Ambarita serta Panitera Pengganti (PP) Emi Huzaimah, dalam amar putusannya menjelaskan beberapa pertimbangan menjatuhkan vonis yang lebih ringan dari tuntutan JPU sebelumnya.

 

Dikatakan Hakim Ketua, Ferry Irawan, bahwa majelis hakim tidak sepakat dengan JPU menjatuhkan hukuman mati kepada terdakwa karena terdakwa bukan bandar dari jaringan antar provinsi (Sumatera Utara-Sumatera Selatan), melainkan hanya perantara dan menjalankan perintah dari Helmi alias Bos.

 

Selain itu dalam fakta persidangan juga terungkap bahwa terdakwa menerima upah senilai Rp50 juta dari jasanya sebagai perantara. "Seyogyanya pihak kepolisian melakukan pengembangan," ujar Ferry.

 

Dalam fakta persidangan juga telah terungkap bahwa terdakwa sebelumnya pernah dihukum. Terdakwa juga menjadi perantara peredaran narkoba itu berawal dari perkenalan dengan temannya sesama menjalani hukuman di Lapas Narkotika. Dari temannya itu terdakwa Niko, kemudian menjadi kaki tangan Helmi alias Bos.

 

Berdasarkan pertimbangan tersebut majelis hakim tidak sepakat menghukum mati terdakwa. Dalam pengambil keputusan, hakim yang terdiri dari tiga orang juga memiliki pendapat berbeda. Sehingga diambil suara terbanyak dalam putusan tersebut. 

 

"Majelis sepakat tidak ada perbuatan  pemaaf, karena terdakwa mampu bertanggung jawab dan mengetahui akibat perbuatannya itu," jelas Ferry.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: