Misteri Nama Muara Teweh: Jejak Sejarah Calon Ibukota Provinsi Barito Raya Pemekaran Kalimantan
Jejak Portugis di Banjarmasin - Perdagangan Termasuk Intrik Politik dan Penyebaran Agama Katolik.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id
Setelah Perang Bandjar, wilayah pedalaman ini mulai terbebas dari isolasi.
Muara Teweh, yang terletak di Kecamatan Teweh Tengah dengan wilayah cakupan di kelurahan Lanjar dan kelurahan Melayu, merupakan bagian dari provinsi Kalimantan Tengah.
Tempat ini memiliki sumber daya alam seperti batu bara, emas, perkebunan sawit, rotan, dan karet yang menjadi pilar ekonominya.
Nama Muara Teweh berasal dari bahasa Banjar Kuala, yaitu "muara".
Dalam bahasa harfiah, "Tumbang" berarti muara, sedangkan "Tiwei" mengacu pada arah ke utara, seperti nama ikan kecil Seluang Tiwei yang selalu berenang ke arah hulu Sungai Barito setiap tahun.
Nama "Tumbang Tiwei" akhirnya menjadi Muara Teweh berkat penyeragaman istilah kota di Kalimantan Tengah oleh pemerintah kolonial Belanda.
Seperti Tumbang Kapuas yang disebut Kuala Kapuas, Tumbang Kurun yang disebut Kuala Kurun, Tumbang Pembuang yang disebut Kuala Pembuang, dan Tumbang Montallat yang menjadi Muara Montallat.
Lebih jauh lagi, sebutan "Muara Teweh" tampak sejalan dengan keberadaan suku-suku Dusun di Barito Utara. Dulu, di kota Muara Teweh terdapat benteng peninggalan Belanda yang sekarang ditempati oleh Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Barito Utara.
Di tepian Sungai Barito, rumah-rumah apung, dikenal sebagai rumah lanting, juga dapat ditemukan.
Kendaraan roda empat pertama kali masuk ke kota ini sekitar tahun 1962, dimulai dengan hadirnya satu mobil jeep (Gaz) dan satu truk, yang merupakan kendaraan militer.
Dalam keseluruhan cerita ini, asal usul nama Muara Teweh menjadi titik awal sejarah yang menarik dan kaya akan perjalanan kota ini dari masa lalu hingga menjadi sorotan sebagai calon ibukota Provinsi Barito Raya dalam pemekaran Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. ***
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: