Wacana Hak Angket Pemilu 2024 Terus Bergulir, Pengamat : Bukti MK Sudah Tidak Dipercaya

Wacana Hak Angket Pemilu 2024 Terus Bergulir, Pengamat : Bukti MK Sudah Tidak Dipercaya

M Haekal Al Haffafah S.Sos M.Sos Pengamat Sosial dan Politik--

BACA JUGA:Cegah 'Belanja Suara', DPW Nasdem Sumsel Ingatkan KPU dan Bawaslu

Haekal menegaskan pentingnya menghormati hasil quick count dan rekapitulasi KPU melalui sirekap sebagai proses politik, namun juga menekankan bahwa catatan terkait dugaan kecurangan tidak boleh diabaikan.

Dalam pandangan Haekal, penurunan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu bisa menjadi isyarat bahwa ada permasalahan dalam proses demokrasi.

Ia menyebut kemungkinan awal masalah bermula dari pembentukan Tim Seleksi KPU-Bawaslu yang dinilai kurang kredibel, hingga kemudian masyarakat menyadari bahwa komisioner yang terpilih sudah ditentukan sebelumnya. 

BACA JUGA:Cek Fakta : KPU dan Bawaslu Bersatu, Integritas Pemilu Terjaga Meskipun Masalah Sirekap

BACA JUGA:Potret Perubahan Komposisi Anggota DPRD OI Pasca-Pemilu 2024, Partai Gerindra Mendominasi

Bergulirnya isu hak angket DPR, menurut Haekal, menunjukkan bahwa proses demokrasi tidak selalu berjalan secara jujur, adil, dan bermartabat.

Ia menilai bahwa isu ini juga mencerminkan kurangnya kepercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi.

"Dari konfigurasi politik yang dimainkan Presiden Jokowi, terlihat bahwa positioningnya berjalan ke arah yang tidak demokratis. Bergulirnya hak angket adalah bukti bahwa kinerja Mahkamah Konstitusi sudah tidak bisa diharapkan," ungkap Haekal.

BACA JUGA:Cek Fakta : Kontroversi di Media Sosial, Klaim Tidak Akurat Soal Kemenangan Pasangan Prabowo-Gibran dalam Pemi

BACA JUGA:Dapat Suara Terbanyak, Segini Gaji dan Tunjangan yang Diterima Ratu Tenny Leriva Jika Lolos Jadi Anggota DPD

Haekal menambahkan bahwa isu pemakzulan atau bahkan pembatalan pemilu bisa saja muncul, namun ia menekankan bahwa proses tersebut akan memakan waktu yang cukup lama.

Menurutnya, audit forensik IT terhadap sirekap KPU menjadi hal strategis yang perlu dilakukan untuk membuktikan keabsahan hasil pemilu.

Alumnus Fisip Unsri ini juga menyoroti pentingnya peran demokrasi yang bekerja dari dua arah, yakni kerja pemerintahan yang menjalankan kekuasaan politik dan kerja oposisi serta rakyat kritis yang mengawal kerja politik dan penyelenggaraan pemerintahan.

"Jika salah satu pihak menonaktifkan diri, maka kita akan mengalami ketidakberdayaan dalam mencapai masa depan demokrasi yang berkualitas," tegas Haekal.***

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: