Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp7.130 Triliun: Bank Indonesia Pastikan Dikelola Berkelanjutan

Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp7.130 Triliun: Bank Indonesia Pastikan Dikelola Berkelanjutan

Utang Indonesia Nyaris Tembus Rp 9.000 Triliun: FITRA Ingatkan Pemerintah Waspada.--Dokumen Palpos.id

Keempat sektor tersebut menyumbang 79,6% dari total ULN swasta, yang juga didominasi oleh utang jangka panjang dengan porsi 76,4%.

Keseimbangan yang Sehat: Antara Pinjaman dan Keberlanjutan

Meski nilai utang luar negeri meningkat, Bank Indonesia menekankan bahwa fokus utama pemerintah adalah menjaga struktur utang tetap sehat dan terkendali. 

Denny menegaskan bahwa BI dan Kementerian Keuangan terus menjalin koordinasi erat dalam melakukan pemantauan dan evaluasi rutin terhadap dinamika ULN nasional.

“Peran ULN akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” tambah Denny.

Keseimbangan antara peningkatan utang dan penggunaan yang produktif menjadi kunci penting dalam menjaga kestabilan ekonomi makro Indonesia.

Apa Dampak Kenaikan ULN terhadap Perekonomian?

Banyak kalangan mempertanyakan, apakah peningkatan ULN hingga menembus Rp7.130 triliun ini akan menimbulkan beban ekonomi bagi Indonesia ke depan?

Jawabannya sangat tergantung pada dua hal utama:

Kemampuan membayar kembali atau membiayai bunga utang dari pendapatan negara (terutama pajak).

Produktivitas penggunaan ULN, yakni apakah utang tersebut digunakan untuk proyek-proyek yang menghasilkan efek ganda (multiplier effect) bagi pertumbuhan ekonomi.

Selama utang digunakan untuk proyek infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan ketahanan energi, maka ULN justru menjadi instrumen penting dalam mempercepat pembangunan dan meningkatkan daya saing nasional.

Tantangan di Tengah Ketidakpastian Global

Kenaikan ULN Indonesia juga terjadi di tengah kondisi pasar global yang masih tidak menentu. 

Mulai dari tren suku bunga tinggi oleh The Fed, tensi geopolitik global, hingga gejolak harga komoditas. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: