Wajid, Cita Rasa Tradisional yang Bertahan di Tengah Modernisasi Kuliner

Di balik lengket dan manisnya wajid, tersimpan kisah budaya dan kehangatan keluarga. -Fhoto: Istimewa-
Generasi muda cenderung lebih tertarik pada makanan kekinian yang dianggap lebih praktis.
Proses pembuatan wajid yang lama dan memerlukan tenaga juga menjadi kendala bagi sebagian orang.
Namun, sejumlah komunitas dan pemerintah daerah mulai melakukan pelatihan dan festival kuliner tradisional untuk menjaga keberlangsungan makanan khas ini.
Di Enrekang, misalnya, Festival Wajid rutin digelar tiap tahun sebagai upaya promosi sekaligus edukasi budaya kepada masyarakat luas.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulawesi Selatan juga mendorong kuliner tradisional seperti wajid masuk dalam promosi wisata kuliner daerah.
Menurut Kepala Dinas, Dr. Andi Hamzah, kekayaan kuliner lokal adalah bagian penting dari daya tarik pariwisata.
“Wajid adalah contoh nyata bagaimana makanan bisa menjadi bagian dari identitas budaya.
Ini yang ingin kita angkat sebagai bagian dari narasi besar pariwisata kita,” ujar Hamzah.
Dengan semakin banyaknya inisiatif lokal untuk melestarikan wajid, harapan tetap menyala bahwa makanan khas ini tidak akan punah.
Generasi muda diharapkan tidak hanya menjadi penikmat, tetapi juga pelaku dalam menjaga warisan kuliner nenek moyang.
Sebagaimana wajid yang lengket dan manis, semoga nilai-nilai tradisi dan rasa kebersamaan yang dibawanya terus merekatkan masyarakat di tengah perubahan zaman.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: