Putu Piring, Jajanan Tradisional yang Bertahan di Tengah Gempuran Kuliner Modern

Beberapa penjual juga menggunakan cetakan dari logam atau keramik untuk mempertahankan bentuk dan tekstur kue saat dikukus.

Bagi sebagian orang, menyantap putu piring bukan hanya soal rasa, tapi juga soal kenangan.

BACA JUGA:Savory Puffs : Camilan Renyah Isi Gurih yang Kian Populer di Tengah Tren Kuliner Modern

BACA JUGA:Gemblong : Kue Tradisional yang Bertahan di Tengah Gempuran Makanan Modern

Aroma kukusannya yang khas sering kali mengingatkan pada masa kecil di kampung, di mana penjual keliling akan datang menjelang sore hari dengan suara peluit dari dandang kukus yang menggoda.

“Dulu, tiap sore ada bapak-bapak yang lewat di depan rumah sambil dorong gerobak.

Begitu dengar suara peluitnya, kami anak-anak langsung lari keluar buat beli putu piring,” kenang Sari (42), warga Yogyakarta, yang kini jarang menemukan jajanan itu di kota tempat tinggalnya.

Meskipun mulai jarang ditemukan, beberapa pelaku UMKM kuliner kini berupaya melestarikan putu piring dengan mengangkatnya ke platform digital.

Di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, sejumlah kedai dan usaha rumahan mulai menjual putu piring secara daring lewat media sosial dan aplikasi pemesanan makanan.

Tidak sedikit pula yang melakukan inovasi, seperti menggunakan isian cokelat, keju, bahkan durian, untuk menarik minat generasi muda.

Namun, cita rasa tradisional dengan gula merah tetap menjadi favorit banyak orang.

Menurut Dwi Anggraini, pelaku UMKM asal Bekasi yang menjual putu piring sejak 2020, permintaan terhadap jajanan ini cukup tinggi, terutama dari pelanggan yang rindu dengan rasa masa lalu.

“Awalnya saya buat untuk keluarga sendiri, tapi banyak yang minta dipesankan.

Akhirnya saya jual online, dan alhamdulillah, sekarang bisa kirim ke berbagai kota,” ujarnya.

Putu piring bukan hanya soal makanan, tapi juga bagian dari identitas budaya.

Sumber: