Pemblokiran Konten Sejarah Mei 1998: Koalisi Damai Desak Kementerian Komdigi Hentikan Tindakan Sewenang-wenang

Pemblokiran Konten Sejarah Mei 1998: Koalisi Damai Desak Kementerian Komdigi Hentikan Tindakan Sewenang-wenang

Pemblokiran Konten Sejarah Mei 1998: Koalisi Damai Desak Kementerian Komdigi Hentikan Tindakan Sewenang-wenang. foto: AMSI--

"Tambang nikel di Raja Ampat mengancam ekosistem laut dan hak hidup masyarakat adat. Tapi negara malah diam."

Tautan asli cuitan

Sementara itu, akun @MF_Rais mendapat laporan serupa atas cuitannya tentang negosiasi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat, yang mempersoalkan ketidakseimbangan dalam perjanjian kerja sama.

"Pemerintah menjual terlalu murah kepentingan nasional dalam negosiasi perdagangan dengan AS."

Tautan asli cuitan

Praktik ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya pola sistematis dalam membungkam kritik melalui kanal digital.

BACA JUGA:Anggota DPR Usulkan Gandeng AMSI untuk Melawan Kejahatan Siber

BACA JUGA:AMSI dan UNESCO: Peran Media dalam Menjaga Demokrasi Pilkada 2024

SAFEnet: Pola Represif Kian Menguat

SAFEnet, salah satu anggota Koalisi Damai, mencatat bahwa tren permintaan penghapusan konten meningkat drastis sejak Pemilu 2024. Banyak konten yang dianggap “mengganggu stabilitas negara” justru merupakan ekspresi sah masyarakat sipil yang menyuarakan kebenaran dan ketidakadilan.

Pola yang terus berulang—mulai dari pemilu, isu tambang, hingga kritik terhadap pejabat publik—menunjukkan bahwa pemerintah menggunakan kekuasaan digitalnya untuk mengendalikan narasi. Hal ini mengancam keberlangsungan demokrasi digital dan melemahkan posisi masyarakat dalam ruang partisipasi publik.

Tiga Desakan Koalisi Damai untuk Pemulihan Demokrasi Digital

Sebagai respons atas tindakan Kemenkomdigi, Koalisi Damai mengajukan tiga desakan utama:

1. Hentikan Moderasi Konten Serampangan

Menkomdigi Meutya Hafid didesak untuk menghentikan praktik takedown yang sewenang-wenang. Bila konten yang dipermasalahkan mengandung unsur jurnalistik, penyelesaiannya harus melalui Dewan Pers, bukan dengan tekanan langsung ke platform digital.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: berbagai sumber