Nasi Tutug Oncom, Kuliner Tradisional Khas Sunda yang Tetap Bertahan di Tengah Modernisasi

Nasi Tutug Oncom, Kuliner Tradisional Khas Sunda yang Tetap Bertahan di Tengah Modernisasi

Nasi Tutug Oncom: Sebuah kelezatan sederhana yang tetap bertahan di tengah gemerlapnya kuliner modern. -Fhoto: Istimewa-

PALPOS.ID - Di tengah maraknya kuliner modern dan tren makanan kekinian yang silih berganti, Nasi Tutug Oncom tetap bertahan sebagai salah satu ikon kuliner tradisional khas Sunda.

Makanan sederhana berbahan dasar nasi dan oncom ini tidak hanya kaya akan cita rasa, tapi juga menyimpan nilai-nilai budaya yang dalam dari masyarakat Sunda, khususnya daerah Priangan.

 

 

Nasi Tutug Oncom berasal dari kata "tutug" yang dalam bahasa Sunda berarti menumbuk atau mencampur.

Oncom yang telah dibakar atau digoreng kemudian dihaluskan dan dicampur dengan nasi panas, lalu diberi bumbu khas seperti bawang merah, bawang putih, kencur, cabai, dan garam.

BACA JUGA:Karedok, Warisan Kuliner Sunda yang Tetap Lestari di Tengah Arus Modernisasi

BACA JUGA: Nasi Liwet, Sajian Tradisional yang Tetap Menjadi Primadona di Tengah Gempuran Kuliner Modern

Cita rasanya gurih dan sedikit pedas, sangat cocok disantap dengan lauk pauk sederhana seperti ayam goreng, tahu, tempe, sambal, dan lalapan.

 

Awalnya, makanan ini muncul dari kondisi keterbatasan ekonomi masyarakat.

Oncom, yang merupakan hasil fermentasi ampas tahu atau kacang tanah, dulunya dianggap sebagai makanan kelas bawah.

Namun kreativitas masyarakat Sunda mampu mengubahnya menjadi sajian lezat dan bergizi.

BACA JUGA:Keripik Singkong Balado : Camilan Tradisional yang Menggugah Selera

BACA JUGA:Jamur Crispy, Camilan Sehat dan Gurih yang Makin Digemari Masyarakat

Kini, Nasi Tutug Oncom bukan hanya dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, tetapi juga menjadi hidangan favorit di restoran-restoran besar di Bandung hingga Jakarta.

 

 

Salah satu daya tarik dari Nasi Tutug Oncom adalah kesederhanaannya.

Bagi banyak orang Sunda, makanan ini membawa nostalgia akan masa kecil, ketika makanan disiapkan dengan tangan ibu dan dinikmati bersama keluarga.

"Nasi TO" — sebutan populernya — memiliki cita rasa unik yang menggabungkan kelezatan fermentasi oncom dengan aroma rempah dan kencur yang kuat.

BACA JUGA:Sempol Ayam : Camilan Tradisional yang Kian Digemari Masyarakat

BACA JUGA:Sayur Lodeh : Hidangan Tradisional yang Terus Bertahan di Tengah Modernitas

 

Menurut Dedi Rustandi, seorang pengusaha kuliner asal Tasikmalaya yang sudah 10 tahun menjalankan warung makan khas Sunda, Nasi Tutug Oncom selalu laku keras.

“Banyak orang yang datang karena rindu makanan rumahan. Mereka cari yang otentik, bukan cuma enak, tapi juga membawa kenangan,” ujarnya.

 

 

Menariknya, Nasi Tutug Oncom tidak hanya digemari oleh generasi tua.

Di era media sosial, banyak anak muda yang mulai melirik kembali makanan tradisional, termasuk Nasi TO.

Berbagai konten kuliner di TikTok dan Instagram kerap menampilkan menu ini dengan berbagai inovasi penyajian, seperti Nasi TO Wrap, Nasi TO Bento, hingga disajikan bersama topping kekinian seperti ayam crispy atau telur asin.

 

Restoran cepat saji lokal bahkan mulai menjadikan Nasi Tutug Oncom sebagai menu reguler.

Menurut data dari salah satu platform pemesanan makanan daring, penjualan menu berbasis Nasi TO meningkat 25% dalam dua tahun terakhir, menunjukkan tren yang positif dalam pelestarian makanan lokal.

 

 

Meski tetap populer, Nasi Tutug Oncom menghadapi tantangan dalam hal ketersediaan bahan baku dan regenerasi pelaku kuliner.

Oncom sebagai bahan utama masih banyak diproduksi secara tradisional dan rentan terhadap perubahan cuaca serta kualitas bahan fermentasi.

 

Pemerintah daerah Jawa Barat melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pun berupaya mendorong pelestarian kuliner ini.

Salah satu langkahnya adalah mengadakan Festival Kuliner Tradisional, di mana Nasi Tutug Oncom selalu menjadi bintang utama.

Program pelatihan memasak bagi generasi muda juga digencarkan untuk memastikan makanan tradisional ini tidak punah.

 

“Pelestarian kuliner seperti Nasi TO adalah bagian dari pelestarian identitas budaya kita,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Jawa Barat, Iwan Setiawan.

“Kami ingin menjadikan makanan ini bukan hanya dikenal secara lokal, tapi juga bisa bersaing secara global.”

 

 

Nasi Tutug Oncom mungkin terlihat sederhana, namun di balik kepulan asap nasi hangat dan aroma oncom bakar, tersembunyi sejarah panjang, ketahanan budaya, dan kehangatan khas masyarakat Sunda.

Ia adalah simbol dari bagaimana masyarakat memaknai kebersamaan dan menciptakan kelezatan dari keterbatasan.

 

 

 

Kini, tugas kita bersama untuk terus mengenalkan dan melestarikan kuliner ini kepada generasi selanjutnya.

Karena sesungguhnya, menjaga Nasi Tutug Oncom tetap hidup berarti menjaga sepotong identitas bangsa Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: