Nasi Subut, Warisan Kuliner Gorontalo yang Sarat Makna Budaya

Nasi Subut, Warisan Kuliner Gorontalo yang Sarat Makna Budaya

Nasi Subut, kuliner khas Gorontalo yang bukan cuma menggugah selera, tapi juga sarat filosofi kehidupan.-Fhoto: Istimewa-

PALPOS.ID — Nasi Subut, sajian khas dari Provinsi Gorontalo, Sulawesi, tidak hanya menggoda selera dengan tampilan warna-warni dan cita rasa yang unik, tetapi juga menyimpan nilai-nilai budaya yang kaya.

Makanan tradisional ini kerap disajikan pada momen-momen penting seperti perayaan adat, syukuran, atau bulan Maulid Nabi, menjadi simbol syukur dan keberkahan.

 

Nasi Subut terdiri dari nasi putih yang disajikan bersama dua jenis nasi berwarna lainnya: nasi kuning dan nasi ungu.

Warna-warna tersebut bukan hanya memberikan daya tarik visual, tetapi juga melambangkan filosofi kehidupan masyarakat Gorontalo.

BACA JUGA:Sagu Lempeng : Warisan Kuliner Nusantara yang Kembali Dilirik di Tengah Tren Makanan Sehat

BACA JUGA:Lumpia Udang : Sajian Lezat yang Menggugah Selera

 

Menurut Budiman Taha, seorang budayawan Gorontalo, warna kuning melambangkan kemuliaan, putih sebagai simbol kesucian dan ketulusan, sementara warna ungu—yang dihasilkan dari ubi ungu—menandakan keagungan serta rasa syukur.

“Nasi Subut adalah bentuk komunikasi budaya.

Ia menyampaikan pesan-pesan spiritual melalui makanan,” ujarnya saat ditemui di Festival Kuliner Tradisional Gorontalo, akhir pekan lalu.

 

Pembuatan Nasi Subut tidak bisa sembarangan.

BACA JUGA:Dadar Gulung, Kue Tradisional Hijau yang Terus Eksis di Tengah Gempuran Kuliner Modern

BACA JUGA:Kue Pancong, Jajanan Tradisional yang Kembali Naik Daun di Tengah Gempuran Kuliner Modern

Bahan-bahan yang digunakan harus alami dan segar. Nasi putih biasanya dimasak dengan santan untuk memberikan cita rasa gurih.

Nasi kuning diberi tambahan kunyit dan sedikit santan, sedangkan nasi ungu diperoleh dari campuran parutan ubi ungu yang dikukus bersama beras.

 

Uniknya, masyarakat Gorontalo masih mempertahankan metode memasak tradisional, yakni menggunakan kayu bakar dalam tungku tanah liat.

Hal ini dipercaya dapat meningkatkan aroma dan rasa nasi.

BACA JUGA:Kue Cubit, Jajanan Jadul yang Kembali Naik Daun di Tengah Tren Kuliner Modern

BACA JUGA:Kuliner Gence Ruan : Menyajikan Rasa Autentik yang Membawa Kenangan Masa Kecil

Beberapa rumah adat bahkan mengharuskan keterlibatan kaum ibu dalam persiapan ini, karena dianggap sebagai pewaris nilai-nilai keluarga.

 

"Biasanya kami mulai menyiapkan sejak pagi, karena harus memastikan tiap warna matang sempurna dan tidak bercampur," jelas Fatma Yusuf, warga Desa Tilamuta, Boalemo.

"Ada kebanggaan tersendiri saat menyajikan Nasi Subut.

Ini bukan hanya makanan, tapi warisan dari nenek moyang."

 

Nasi Subut biasanya disajikan dengan lauk pauk khas Gorontalo seperti ikan nike goreng, ayam iloni (ayam bumbu khas dengan rempah dan santan), sambal roa, serta sayur daun pepaya muda.

Keharmonisan antara nasi yang gurih dengan lauk yang pedas dan aromatik menciptakan perpaduan rasa yang sulit dilupakan.

 

Tidak hanya itu, dalam beberapa upacara adat, Nasi Subut disajikan di atas dulang (nampan besar dari anyaman bambu) yang dihias dengan bunga dan daun-daun segar.

Ini menjadi simbol penghormatan kepada tamu maupun leluhur.

 

Selain fungsi kuliner, Nasi Subut memiliki peran sosial penting di masyarakat Gorontalo.

Ia menjadi bagian dari ritus kehidupan seperti aqiqah, pernikahan, dan khataman Al-Qur'an.

Kehadirannya tidak hanya menandai momen kebahagiaan, tetapi juga memperkuat ikatan sosial di antara warga.

 

"Tradisi makan bersama Nasi Subut mempererat tali silaturahmi. Biasanya kami duduk melingkar dan makan satu nampan beramai-ramai.

Di situ terjadi interaksi, tawa, dan doa bersama," ujar Amir Mahmud, tokoh masyarakat di Kecamatan Kabila. 

 

Meski zaman telah berubah, upaya pelestarian Nasi Subut terus dilakukan.

Pemerintah Provinsi Gorontalo bersama sejumlah komunitas kuliner dan sekolah-sekolah telah memasukkan pembuatan Nasi Subut dalam program ekstrakurikuler budaya.

 

Chef muda seperti Lidia Mopangga bahkan mencoba memodifikasi penyajian Nasi Subut menjadi lebih modern tanpa menghilangkan esensi tradisionalnya.

“Saya pernah buat Nasi Subut dalam bentuk sushi roll khas Gorontalo untuk menarik perhatian generasi muda,” ujarnya saat menjadi pembicara di acara Gorontalo Culinary Week 2025.

 

Inovasi semacam ini dinilai efektif mengenalkan makanan khas daerah ke skala nasional bahkan internasional.

Beberapa restoran di Jakarta dan Makassar kini mulai memasukkan Nasi Subut sebagai menu spesial dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Provinsi Gorontalo yang jatuh pada bulan Desember.

 

Meskipun belum sepopuler nasi liwet atau nasi uduk di kancah nasional, Nasi Subut memiliki potensi besar untuk mendunia.

Dengan dorongan dari komunitas budaya, pemerintah, dan pelaku industri kuliner, warisan leluhur ini bisa menjadi ikon kuliner Sulawesi yang membanggakan.

 

 

 

 

 

“Nasi Subut bukan hanya soal rasa, tapi juga tentang identitas,” kata Budiman Taha menutup wawancara.

“Jika kita bisa menjaganya, berarti kita menjaga jati diri orang Gorontalo itu sendiri.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: