Keripik Kaca : Camilan Pedas Transparan yang Viral di Kalangan Milenial dan Gen Z

Transparan, pedas, dan bikin nagih Keripik kaca jadi camilan wajib buat kamu yang suka tantangan rasa.-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID – Di tengah maraknya tren kuliner unik yang menggugah rasa dan penasaran, keripik kaca berhasil mencuri perhatian masyarakat, khususnya generasi milenial dan Gen Z.
Camilan yang memiliki tampilan bening seperti kaca ini tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga menghadirkan sensasi pedas yang menggigit lidah.
Viral di berbagai platform media sosial, keripik kaca kini menjelma menjadi salah satu makanan ringan favorit yang banyak diburu, terutama oleh pecinta pedas.
Keripik kaca adalah camilan yang terbuat dari tepung tapioka yang dimasak hingga menjadi lembaran bening menyerupai kaca, kemudian dipotong kecil-kecil dan digoreng hingga kering.
BACA JUGA:Bau Peapi : Cita Rasa Asam Pedas Khas Sulawesi Selatan Yang Menggugah Selera
BACA JUGA:Batagor Daging : Inovasi Kuliner Khas Bandung yang Lezat dan Bergizi
Setelah itu, keripik ini dibumbui dengan berbagai jenis sambal, terutama sambal pedas khas daerah seperti sambal bawang, sambal balado, atau sambal cabai rawit.
Penampilannya yang transparan dan teksturnya yang kenyal-kriuk membuatnya unik dibandingkan keripik tradisional lainnya.
Nama “keripik kaca” sendiri berasal dari bentuk fisiknya yang tipis, transparan, dan berkilau seperti pecahan kaca.
Namun jangan khawatir, meskipun namanya terdengar ekstrem, keripik ini aman dikonsumsi dan tidak tajam seperti kaca sungguhan.
BACA JUGA:Batagor, Kudapan Legendaris Khas Bandung yang Menembus Pasar Nasional
BACA JUGA:Ubi Cilembu : Si Manis dari Tanah Priangan yang Mendunia
Popularitas keripik kaca melonjak pada pertengahan tahun 2023 hingga kini.
Awalnya camilan ini dikenal di kalangan masyarakat Jawa Barat, terutama Bandung dan sekitarnya.
Namun berkat konten kreator makanan yang rutin mengulas tren kuliner di TikTok dan Instagram, keripik kaca mulai dikenal luas dan menjadi viral di seluruh Indonesia.
Seorang pengusaha UMKM asal Bandung, Lia Marlina (29), mengaku awalnya hanya mencoba-coba menjual keripik kaca lewat status WhatsApp.
BACA JUGA:Geco : Kuliner Khas Cirebon yang Unik, Lezat, dan Sarat Filosofi
BACA JUGA:Kerak Telor : Makanan Khas Jakarta yang Kian Melambung
“Saya tidak menyangka peminatnya sebanyak ini. Awalnya cuma untuk teman-teman, lalu karena viral, pesanan datang dari berbagai kota. Sekarang saya sudah punya lima orang karyawan,” ujarnya.
Ciri khas utama keripik kaca adalah tingkat kepedasannya.
Banyak penjual menawarkan varian level pedas, mulai dari level 1 hingga level 10, untuk menyesuaikan selera konsumen.
Semakin tinggi level, semakin banyak campuran cabai dalam bumbunya.
Selain sambal, beberapa penjual juga menambahkan topping daun jeruk, bawang goreng, atau bubuk keju dan barbeque untuk memberikan aroma dan rasa yang lebih kompleks.
“Yang bikin nagih itu bukan cuma pedasnya, tapi juga teksturnya.
Lembut di mulut tapi tetap garing di luar.
Apalagi kalau makannya pas nonton film atau nongkrong bareng teman,” kata Rizky Aditya (21), mahasiswa di Jakarta yang mengaku rutin membeli keripik kaca secara online.
Meskipun lezat dan menggoda, keripik kaca sempat menuai kritik dari kalangan ahli gizi.
Beberapa ahli mengingatkan agar konsumsi keripik kaca tetap dibatasi, terutama karena kandungan karbohidrat tinggi dari tapioka dan minyak goreng yang digunakan dalam proses memasaknya.
“Keripik kaca cenderung tinggi kalori dan bisa memicu naiknya gula darah jika dikonsumsi berlebihan.
Apalagi kalau ditambah bumbu yang terlalu pedas, bisa menyebabkan iritasi lambung bagi yang sensitif,” ujar dr. Dian Yuliani, Sp.GK, ahli gizi klinis dari Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo.
Untuk mengatasi hal ini, beberapa produsen kini mulai berinovasi dengan membuat versi keripik kaca panggang (tanpa minyak) atau menggunakan minyak kelapa non-trans-fat untuk mengurangi risiko kesehatan.
Fenomena keripik kaca juga membuka peluang bisnis bagi banyak pelaku UMKM.
Harga jual per bungkusnya bervariasi, mulai dari Rp5.000 hingga Rp25.000 tergantung ukuran dan level kepedasan.
Tidak sedikit yang berhasil meraup omzet jutaan hingga puluhan juta rupiah per bulan dari penjualan keripik ini, baik secara langsung maupun melalui e-commerce dan reseller.
Platform seperti Tokopedia, Shopee, dan TikTok Shop menjadi tempat utama pemasaran, di mana ratusan merek keripik kaca lokal berlomba-lomba menarik perhatian konsumen dengan kemasan unik dan review positif dari pelanggan.
“Camilan ini ibarat popcorn-nya Indonesia. Murah, enak, dan cocok untuk semua suasana.
Yang penting terus berinovasi,” kata Arief Supriyadi, pelaku UMKM dari Solo yang sudah mengekspor keripik kacanya ke Malaysia.
Keripik kaca adalah bukti nyata bahwa kreativitas dalam kuliner bisa menciptakan tren dan peluang ekonomi baru.
Meskipun tampilannya sederhana, rasa dan sensasi yang ditawarkan mampu membuat siapa pun ketagihan.
Namun, penting untuk tetap bijak dalam mengonsumsi makanan ringan, terutama yang tinggi minyak dan karbohidrat.
Dengan sentuhan inovasi dan pemasaran digital yang kuat, keripik kaca tampaknya akan terus bertahan sebagai camilan favorit di kalangan anak muda Indonesia, bahkan mungkin bisa menjadi ikon kuliner ringan baru dari Nusantara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: