Lentho : Gorengan Tradisional yang Tetap Digemari di Tengah Gempuran Makanan Modern

Lentho, camilan legendaris dari singkong dan kacang tolo yang jadi pelengkap sempurna tahu tek Surabaya.-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID — Di tengah maraknya jajanan kekinian seperti corn dog Korea, churros Spanyol, hingga street food bergaya Jepang, gorengan tradisional khas Indonesia tetap menunjukkan eksistensinya.
Salah satu yang masih bertahan dan bahkan semakin diminati adalah lentho — gorengan berbahan dasar singkong dan kacang tolo yang memiliki rasa gurih dan tekstur renyah.
Meski sederhana, lentho memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat.
Tak hanya karena harganya yang terjangkau, namun juga karena cita rasanya yang khas, mengingatkan pada kehangatan dapur rumah dan suasana pasar tradisional.
BACA JUGA:Sosis Solo, Kuliner Legendaris dari Kota Bengawan yang Terus Eksis di Tengah Zaman
BACA JUGA:Tahu Aci : Camilan Khas Tegal yang Kini Mendunia
Lentho dikenal luas di daerah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah.
Gorengan ini dibuat dari parutan singkong yang dicampur dengan kacang tolo (atau kacang uci), bawang putih, daun bawang, garam, dan sedikit ketumbar.
Semua bahan itu kemudian diaduk hingga rata, dibentuk pipih atau bulat lonjong, lalu digoreng hingga keemasan.
Menurut pakar kuliner tradisional, Ibu Sri Hartati dari Universitas Negeri Surabaya, lentho adalah bentuk adaptasi makanan rakyat yang memanfaatkan bahan-bahan lokal dengan nilai gizi yang cukup tinggi.
BACA JUGA:Kroket Kentang Isi Ayam, Camilan Klasik yang Kian Populer di Tengah Tren Kuliner Modern
BACA JUGA:Inovasi Kuliner Manis-Gurih : Corndog Coklat Mozzarella Jadi Primadona Baru di Kalangan Milenial
"Singkong kaya akan karbohidrat dan serat, sementara kacang tolo mengandung protein nabati.
Lentho sebenarnya adalah camilan yang cukup bergizi jika dibandingkan gorengan lain yang hanya berbasis tepung," jelasnya.
Bagi masyarakat Surabaya, lentho bukan sekadar gorengan pendamping teh hangat.
Ia adalah komponen penting dalam sajian tahu tek, salah satu makanan khas kota Pahlawan.
BACA JUGA:Cireng Isi Keju Lumer : Jajanan Khas Sunda dengan Inovasi Rasa Modern yang Makin Digemari
BACA JUGA:Jasuke Lumer dan Creamy : Tren Camilan Kekinian yang Bikin Ketagihan
Dalam seporsi tahu tek, lentho biasanya dipotong-potong dan dicampur dengan tahu goreng, lontong, kentang, serta disiram bumbu kacang petis yang kental.
Menurut Bu Yati, penjual tahu tek legendaris di kawasan Darmo yang sudah berjualan sejak 1980-an, lentho adalah unsur wajib dalam tahu tek.
“Kalau tidak pakai lentho, rasanya seperti ada yang kurang. Pelanggan saya selalu tanya, ‘Bu, lenthonnya mana?’,” katanya sambil tertawa.
Meskipun kini banyak gorengan modern bermunculan, seperti sosis mozzarella goreng atau nugget isi keju, lentho tetap memiliki pasar tersendiri.
Bahkan beberapa UMKM kuliner mulai melakukan inovasi, misalnya dengan menambahkan daun jeruk atau cabe rawit ke dalam adonan lentho untuk menciptakan varian rasa baru.
Salah satunya adalah usaha “Lentho Mbak Reni” yang beroperasi secara daring di Surabaya sejak awal 2023.
Reni, sang pemilik, mengaku awalnya hanya iseng menjual lentho lewat media sosial.
Namun siapa sangka, pesanan terus berdatangan hingga kini ia mampu memproduksi lebih dari 300 lentho per hari.
“Dulu saya cuma jualan dari rumah, sekarang sudah bisa kirim ke luar kota.
Banyak orang rindu rasa lentho kampung halaman,” ujarnya.
Reni juga menyediakan lentho beku yang bisa digoreng kapan saja, membuatnya praktis untuk generasi muda yang tinggal di kota-kota besar.
Lentho buatannya bahkan sudah beberapa kali masuk ke pameran UMKM kuliner di Jakarta.
Meski masih digemari, keberadaan lentho dan gorengan tradisional lainnya tetap menghadapi tantangan besar, terutama dari sisi regenerasi pelaku usaha dan persepsi masyarakat.
Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur, banyak makanan tradisional yang terancam punah karena tidak ada generasi muda yang meneruskan.
“Mereka lebih tertarik membuka kafe modern daripada berjualan gorengan.
Padahal, jika dikemas dengan baik, gorengan tradisional bisa sangat menjanjikan,” ujar Kepala Dinas, Bapak Hadi Purwanto.
Di sisi lain, ada stigma yang melekat pada gorengan sebagai makanan yang tidak sehat.
Hal ini membuat sebagian kalangan menyingkirkan gorengan dari pilihan konsumsi harian.
Namun jika diolah dengan minyak yang bersih dan tidak berulang kali pakai, gorengan seperti lentho bisa menjadi alternatif camilan yang tetap aman dikonsumsi sesekali.
Lentho bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari identitas kuliner Indonesia.
Di balik bentuknya yang sederhana, tersimpan nilai sejarah, budaya, dan kreativitas masyarakat dalam mengolah bahan pangan lokal.
Kini saatnya masyarakat dan pemerintah bersinergi untuk menjaga eksistensi makanan-makanan tradisional seperti lentho agar tetap hidup di tengah arus globalisasi kuliner.
Baik lewat festival kuliner, pelatihan UMKM, hingga dukungan pemasaran digital.
Karena sebagaimana pepatah lama bilang: "Kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi?"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: