Kopi Lahat: Jejak Panjang, Tantangan, dan Harapan Baru

Kopi Lahat: Jejak Panjang, Tantangan, dan Harapan Baru

Bupati Lahat Bursah Zarnubi dan Wabup Widia Ningsih panen raya kopi--ist

LAHAT, PALPOS.ID - Setiap 1 Oktober dunia merayakan Hari Kopi Internasional. Di Sumatera Selatan, nama Kopi Lahat sesungguhnya sudah dikenal sejak era kolonial Belanda. Dalam sebuah iklan berbahasa Belanda awal 1900-an, Lahat tercatat sebagai salah satu daerah penghasil kopi.

Popularitas Kopi Lahat tidak selalu stabil. Setelah sempat berjaya pada 1990-an, harga kopi kembali terpuruk.

Namun, gaungnya kembali terdengar pada 2016 ketika Bupati Saifudin Aswari Rivai menggelar Festival Kopi Sumsel bertepatan dengan HUT Kabupaten Lahat.

Saat itu harga kopi Robusta bahkan sempat stabil di angka Rp35 ribu per kilogram. Sayangnya, kondisi tersebut tidak bertahan lama, karena sejak 2017 harga kembali merosot.

Lahat bersama Pagaralam, Empat Lawang, Muara Enim, Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ulu Selatan menjadi penyumbang utama produksi kopi Sumatera Selatan, provinsi yang tercatat sebagai penghasil kopi terbesar di Indonesia.

Meski demikian, menurut Bupati Lahat Bursah Zarnubi, potensi kopi dari wilayah seluas 54 ribu hektar itu belum tergarap optimal. Dari total produksi, 80 persen masih Robusta, 10 persen Arabika, dan 5 persen Liberika.

"Kita perlu belajar dari Vietnam yang mampu menghasilkan 5 kg red cherry per batang. Inovasi dan kajian menjadi kunci untuk memaksimalkan hasil," ungkap Bursah.

Ia juga menambahkan, jika rencana pembangunan pabrik kopi di Lahat terwujud, manfaatnya akan langsung dirasakan oleh petani.

Dalam Pameran APKASI September 2025 lalu, Kopi Lahat bahkan menjadi daya tarik utama pengunjung. Kepala Dinas Perkebunan Lahat, Vivi Anggraeni, menegaskan pihaknya tengah menyiapkan hilirisasi perkebunan agar mutu kopi semakin terjaga dan siap bersaing di pasar global.

"Kami sedang mengajukan pembangunan Pabrik Kopi Lahat ke kementerian terkait untuk tahun 2026, sekaligus mengusung branding Kopi Lahat Rajanya Kopi," jelasnya.

Sementara itu, generasi muda Lahat ikut menyuarakan ide. Adit, pemilik Adjuma Cafe, menilai bahwa peningkatan sumber daya manusia juga penting.

"Selain kebun, kita perlu SDM yang paham kopi, mulai dari proses hingga penyajian. Harus ada Q-Prosesor dan Q-Grader untuk Robusta dan Arabika, karena mereka yang akan dilirik pembeli," ujarnya.

Pandangan serupa disampaikan oleh Dian Ardiansyah, pemilik DNA Coffee dan Cafe Filosenia. Ia menekankan pentingnya edukasi kopi bagi masyarakat.

"Saya ingin ada forum diskusi, sharing session, agar masyarakat kita sendiri bisa merasakan dan bangga dengan kopi berkualitas," harapnya.**

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: rilis