Gulai Itik, Kuliner Khas yang Menggoda Lidah dan Sarat Tradisi

Gulai Itik: Rasa Tradisi Minang yang Tak Pernah Luntur. Nikmati rempah asli dan cita rasa otentik yang sarat makna.-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID - Di tengah gempuran berbagai makanan modern dan cepat saji, masakan tradisional tetap bertahan sebagai simbol kekayaan budaya kuliner Nusantara.
Salah satu yang tak lekang oleh waktu adalah Gulai Itik, sajian khas Minangkabau yang tidak hanya menggoda selera, tetapi juga menyimpan nilai-nilai historis dan kultural yang kuat.
Gulai Itik, sebagaimana namanya, merupakan gulai berbahan dasar daging itik (bebek) yang dimasak dengan aneka rempah khas Sumatra Barat.
Berbeda dengan gulai ayam atau sapi, gulai itik memiliki cita rasa yang lebih dalam, gurih, dan sedikit pedas dengan aroma rempah yang kuat.
BACA JUGA:Soto Betawi : Cita Rasa Legendaris Ibukota yang Tetap Bertahan di Tengah Modernisasi
BACA JUGA:Sambal Udang Petai : Sajian Pedas Menggugah Selera yang Kian Digemari Pecinta Kuliner Nusantara
Menurut ahli kuliner Minang, Ibu Yurnalis, Gulai Itik bukan sekadar hidangan biasa. “Ini adalah simbol perayaan, disajikan dalam acara-acara penting seperti batagak penghulu, alek nagari, hingga kenduri keluarga besar.
Daging itik dianggap istimewa karena teksturnya yang unik dan butuh keahlian khusus dalam pengolahannya,” jelasnya saat ditemui di Payakumbuh, kota yang dikenal sebagai sentra kuliner Minang.
Salah satu keistimewaan dari Gulai Itik adalah proses pembuatannya yang masih mengikuti resep turun-temurun.
Di beberapa dapur tradisional Minang, terutama di daerah Agam dan Lima Puluh Kota, bumbu gulai diracik secara manual menggunakan batu ulekan, bukan blender.
BACA JUGA:Gulai Kambing : Kuliner Tradisional yang Tetap Memikat Selera Nusantara
BACA JUGA:Ikan Asam Padeh : Kuliner Khas Minang yang Menggoda Selera
Bahan dasar gulai ini terdiri dari bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, lengkuas, cabai merah keriting, daun kunyit, daun jeruk, dan serai.
Semua bahan ini dihaluskan, kemudian ditumis hingga harum sebelum dimasukkan santan kental dan potongan daging itik yang telah dibersihkan.
“Rahasia kelezatan gulai ini terletak pada proses pemasakan yang lama dan sabar. Itik harus dimasak minimal dua jam agar dagingnya empuk dan bumbunya meresap sempurna.
Dan tentu saja, santan harus terus diaduk agar tidak pecah,” kata Pak Rahmat, juru masak di rumah makan tradisional di Bukittinggi yang telah menyajikan gulai ini selama lebih dari 30 tahun.
BACA JUGA:Gulai Tunjang : Kuliner Tradisional yang Menggugah Selera dari Sumatera Barat
BACA JUGA:Soto Padang, Kuliner Legendaris dari Ranah Minang yang Tetap Eksis di Tengah Modernisasi
Selain bumbu dan teknik memasak, jenis itik juga berpengaruh terhadap rasa. Umumnya, digunakan itik kampung yang berumur sekitar 6 bulan. Itik yang terlalu tua cenderung alot, sedangkan yang terlalu muda kurang gurih.
Gulai Itik bukan hanya soal rasa, tetapi juga makna. Dalam budaya Minang, setiap hidangan memiliki filosofi.
Gulai Itik, dengan rasa kuat dan penuh rempah, menggambarkan karakter masyarakat Minang yang berani, tangguh, dan berbudaya tinggi.
Di masa lalu, gulai ini sering disajikan sebagai bentuk penghormatan kepada tamu penting.
Dalam perhelatan adat, gulai itik menjadi lambang keramahtamahan dan kesungguhan dalam menyambut tamu.
Makin kaya bumbu dan empuk dagingnya, makin tinggi penghargaan tuan rumah kepada tamunya.
Tak heran, meski membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, banyak keluarga Minang yang tetap memasak gulai ini sendiri saat ada acara besar, daripada membeli dari luar.
Di era digital dan gaya hidup serba cepat, gulai itik menemukan tantangan sekaligus peluang baru.
Banyak rumah makan Minang kini mencoba mengadaptasi resep ini agar lebih praktis, seperti menggunakan presto untuk mempercepat empukan daging atau mengganti santan kelapa asli dengan santan instan.
Namun, tidak semua pecinta kuliner menyukai versi modern ini. “Kalau mau rasa asli, tetap harus pakai santan perasan tangan dan dimasak dengan api kecil.
Itu yang membuat rasanya beda,” tegas Desi Marlina, food blogger asal Padang yang kerap membagikan ulasan kuliner tradisional.
Kini, Gulai Itik bahkan telah merambah ke pasar ekspor. Beberapa UMKM di Sumatra Barat mulai memproduksi gulai ini dalam bentuk beku atau kalengan untuk dijual ke luar negeri.
Langkah ini dinilai efektif untuk memperkenalkan kekayaan kuliner Minang ke dunia internasional.
Meski zaman berubah, upaya untuk menjaga kelestarian gulai itik tetap gencar dilakukan.
Pemerintah daerah Sumatra Barat bekerja sama dengan pelaku kuliner lokal, komunitas adat, hingga akademisi untuk mendokumentasikan resep asli dan sejarah kuliner Minang, termasuk Gulai Itik.
“Kita ingin anak-anak muda tahu dan bangga dengan masakan tradisionalnya sendiri. Jangan sampai kita hanya mengenal burger atau ramen, tapi lupa dengan gulai itik atau rendang yang tidak kalah hebat,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Dr. Arfan Rivai.
Beberapa sekolah kuliner di Padang juga sudah memasukkan praktik memasak gulai tradisional sebagai bagian dari kurikulum.
Ini diharapkan bisa melahirkan generasi baru yang tidak hanya mahir memasak, tetapi juga paham filosofi di balik setiap hidangan.
Gulai Itik bukan sekadar hidangan untuk mengisi perut. Ia adalah warisan budaya yang mencerminkan kekayaan rasa, tradisi, dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Minangkabau.
Di setiap seruput kuahnya yang pedas dan gurih, tersimpan cerita panjang tentang kebanggaan, keramahtamahan, dan identitas yang tak tergantikan.
Selama masih ada dapur yang berasap dan tangan-tangan terampil yang setia mengulek bumbu, Gulai Itik akan terus hidup — menjadi saksi bisu peradaban Minangkabau yang mendunia lewat rasa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: