Surat Mendagri Dinilai Tidak Relevan, Secara Hukum Dewan Tidak Bisa Lakukan Pemilihan Wabup Muara Enim

Surat Mendagri Dinilai Tidak Relevan, Secara Hukum Dewan Tidak Bisa Lakukan Pemilihan Wabup Muara Enim

MUARA ENIM, PALPOS.ID – Beredarnya surat Kementerian Dalam Negeri RI yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Selatan dengan Nomor :132.16/42.02/SJ tentang penjelasan pengisian wakil bupati Muara Enim sisa masa jabatan 2018-2023. Yang ditanda tangani Menteri Dalam Negeri Sekreteris Jenderal  Dr H Suhajar Diantoro MSi, menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat di Bumi Serasan Sekundang.

Soalnya, secara hukum Forum DPRD Kabupaten Muara Enim tidak bisa melakukan pemilihan wakil bupati. Sebab, Surat Menteri Dalam Negeri yang bersifat segera itu melalui suratnya tanggal 20 Juli 2022 yang ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri, Pimpinan DPRD Kabupaten Muara Enim dan Pj Bupati Muara Enim, telah memberikan persetujuan kepada DPRD Kabupaten Muara Enim untuk melanjutkan pemilihan “Wakil Bupati Muara Enim” sebagai penjelasan surat Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim tanggal 22 Juni 2022 (sebelum putusan inkracht).

BACA JUGA:Kawal Proses Pemilihan Cawabup Muara Enim, Kurniawan Dideadline Dewan 7 Hari

Tidak jauh berselang waktu sebelum keluarnya surat Menteri Dalam Negeri, Mahkamah Agung (MA) dalam putusannya Nomor : 2213 K/Pid.Sus/2022, tanggal 15 Juni 2022, menolak permohonan kasasi yang diajukan Juarsah SH mantan Bupati Muara Enim. Pasca putusan MA tersebut terhitung sejak 8 Juli 2022 status hukum Juarsah telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Tidak tersedia lagi upaya hukum, kecuali mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Kendatipun mengajukan PK, tetap tidak menghalangi eksekusi karena putusan telah berkekuatan hukum tetap.

“Jika surat (Dari Mendagri, red) ini benar, perlu dikritisi. Hal ini menarik karena sejak putusan Juarsah itu inkracht, tidak hanya jabatan wakil bupati, tetapi juga jabatan bupati Muara Enim terjadi kekosongan. Keduanya diberhentikan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” jelas praktisi hukum Kabupaten Muara Enim Dr Firmansyah SH MH, Minggu (24/7).

Lanjutnya, dengan adanya kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim secara bersama-sama. Surat Menteri Dalam Negeri tersebut tidak relevan lagi dan tidak bisa dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten Muara Enim, karena beberapa alasan. 

BACA JUGA:Tiga Parpol Pengusung Sampaikan Rekomendasi Cawabup Muara Enim

Pertama, merujuk UU Pemda, khususnya pada Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 89 yang menyatakan apabila Bupati dan wakil Bupati diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, pengisian jabatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah. Undang-undang dimaksud adalah UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada).

Di dalam UU Pilkada diatur dengan pasal berbeda, mengenai pengisian kekosongan  jabatan wakil bupati diatur dalam Pasal 176 UU Pilkada. Sedangkan prosedur pengisian jabatan bupati dan wakil bupati diatur dalam Pasal 174 UU Pilkada. “Sementara itu surat Menteri Dalam Negeri hanya ditujukan mengenai pengisian jabatan wakil bupati saja,” ujarnya.

BACA JUGA:Terima Pengaduan Masyarakat, Komisi II DPRD Muara Enim Sidak PT BAS

Kedua, secara substansi surat Menteri Dalam Negeri tersebut inkonsistensi, di satu sisi membenarkan status hukum Juarsah inkracht, tetapi disisi lain menyatakan dapat melanjutkan pemilihan Wakil Bupati Muara Enim, meskipun ada embel-embel sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, landasan hukumnya Pasal 176 UU Pilkada adalah tidak tepat. Dengan inkracht-nya Juarsah mengakibatkan adanya kekosongan jabatan bupati dan wakil bupati secara bersama-sama. Maka seharusnya mempedomani Pasal 174 UU Pilkada yaitu bukan memilih wakil bupati, tetapi ditujukan untuk memilih pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dengan tetap memperhatikan syarat sisa masa jabatan.

Lanjut, Alumni Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya ini, Ketiga, periodesasi Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim hasil Pilkada tahun 2018 akan berakhir pada September 2023 dan bila dihitung dari bulan Juli 2022 sampai dengan September 2023, sisa masa jabatan kurang dari 18 bulan (efektif hanya 13 bulan). Karena sisa jabatan kurang dari 18 bulan maka tidak dipilih melalui DPRD Kabupaten, tetapi Menteri menetapkan Penjabat Bupati untuk menjalankan sisa jabatan tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (7) UU Pilkada.

BACA JUGA:Dewan Soroti Angka Kemiskinan Tidak Menurun di Kabupaten Muara Enim

Oleh karena itu, Penjabat Bupati adalah bersifat khusus dan hanya dapat digunakan untuk mengisi kekosongan jabatan bupati dan wakil bupati dalam waktu yang bersamaan. Penjabat Bupati menjabat paling lama 1 tahun atau sampai pelantikan bupati dan wakil bupati definitif. Pengusulan penjabat bupati menjadi hak prerogatif gubernur sesuai fungsi pengawasannya selaku wakil dari pemerintah pusat.

Kemudian, Keempat dalam PP No 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, pada Pasal 23 huruf (d) bahwa Kewenangan DPRD Kabupaten untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan yaitu untuk meneruskan sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan.

Ketentuan ini, kata dia, hendak menegaskan kembali bahwa yang dimaksud dengan jangka waktu 18 bulan adalah sisa masa jabatan yang harus dilaksanakan. Dalam hal ini secara bersama-sama oleh Bupati dan Wakil Bupati. Artinya, sambung Firmansyah, jika kurang dari jangka waktu tersebut, maka ranah kewenangan mengisi jabatan tersebut tidak lagi merupakan kewenangan DPRD Kabupaten Muara Enim, tetapi sudah menjadi kewenangan Menteri Dalam Negeri.

BACA JUGA:Rekomendasi Tidak Diindahkan PT BAS, Dewan Muara Enim Bentuk Pansus

Kelima, pembatasan sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan tersebut semakin singkat dan tidak efektif lagi menjelang pilkada serentak tahun 2024. Menurut Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada, Bupati dan Wakil Bupati hasil pemilihan tahun 2018 menjabat sampai tahun 2023.

Pada ayat (9) juga disebutkan untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati yang berakhir masa jabatannya tahun 2023, diangkat Penjabat Bupati sampai dengan terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati melalui pilkada serentak secara nasional pada tahun 2024. Tidak terkecuali Kabupaten Muara Enim akan dijabat oleh Penjabat Bupati sampai dengan terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati melalui pilkada serentak secara nasional pada tahun 2024.

Beberapa alasan di atas, kata dia, menjadi dasar bahwa surat Menteri Dalam Negeri tersebut perlu ditinjau kembali. Secara hukum sudah tidak bisa dilakukan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim oleh DPRD Kabupaten. “Secara hukum dewan tidak bisa lakukan pemilihan. Apalagi hanya untuk memilih wakil bupati Muara Enim saja,” tegas Firmansyah.

BACA JUGA:Dewan Muara Enim Minta Tambah Fasilitas Cuci Darah

Kendati-pun, undang-undang memberikan peluang dilakukan pengisian jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim karena terjadi kekosongan secara bersamaan pasca putusan kasasi tersebut melalui forum DPRD Kabupaten Muara Enim. Namun karena sisa masa jabaran kurang dari 18 bulan tidak bisa lagi dilaksanakan karena bertentangan dengan Pasal 174 ayat (7) UU Pilkada Jo Pasal 23 huruf (d) PP No 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Selain pertimbangan regulasi di atas, dari sisi asas kemanfaatan, anggaran, dan waktu, apabila pemilihan tersebut dilanjutkan tidak akan banyak manfaatnya bagi penyelenggaraan pemerintah daerah. Prosesnya akan memakan waktu sehingga berpotensi pemborosan anggaran atau APBD.

“Belum lagi jika ada gugatan ke Pengadilan akan menambah panjang proses, yang pada akhirnya mengakibatkan tertundanya penetapan pasangan calon terpilih.  Lagi pula, sulit dipercaya pemilihan akan berlangsung bersih dan apabila pasangan calon terlibat politik uang, tentu akan menambah persoalan baru dan bukan tidak mungkin kasus korupsi yang terjadi saat ini di Kabupaten Muara Enim terulang lagi,” tegasnya.

Dalam kondisi saat ini Firmansyah menjelaskan mau-mau tidak mau, suka tidak suka, Kabupaten Muara Enim akan dipimpin oleh Penjabat Bupati sampai terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati definitif melalui pilkada serentak tahun 2024. “Kita berharap kepada DPRD Kabupaten Muara Enim untuk fokus saja pada tugas dan fungsi pengawasannya terhadap kinerja Penjabat Bupati selama memimpin dan menjalankan roda pemerintahan demi kemajuan kabupaten Muara Enim,” imbuhnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: