Lonjakan PHK Capai 46 Ribu Kasus Sejak Januari-Agustus 2024: Fokus Utama Kemnaker dan Tantangan di Masa Depan

Rabu 04-09-2024,07:49 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Yen_har

PALPOS.ID - Lonjakan PHK Capai 46 Ribu Kasus Sejak Januari-Agustus 2024: Fokus Utama Kemnaker dan Tantangan di Masa Depan.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) baru-baru ini merilis data yang mencengangkan: sebanyak 46 ribu pekerja harus menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang periode Januari hingga Agustus 2024. 

Angka ini menunjukkan betapa seriusnya tantangan ketenagakerjaan di Indonesia, di mana berbagai sektor industri mengalami tekanan yang signifikan akibat berbagai faktor ekonomi dan global. 

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, menegaskan bahwa provinsi dengan kasus PHK tertinggi adalah Jawa Tengah, diikuti oleh DKI Jakarta dan Banten.

BACA JUGA:Bakal di PHK, 150 Tenaga Honorer Medis dan Non Medis RS Dr Sobirin Musi Rawas Galau..

BACA JUGA:Kabar Gembira, Pekerja di-PHK Tapi Tetap Dapat Gaji Selama 6 Bulan, Begini Persyaratannya..

Jawa Tengah Menjadi Pusat Gelombang PHK Terbesar

Menurut Indah, Jawa Tengah menjadi provinsi dengan jumlah kasus PHK tertinggi, mencapai lebih dari 20 ribu kasus. 

Kondisi ini terutama dipicu oleh industri tekstil, garmen, dan alas kaki yang menjadi sektor paling terdampak. 

"Jawa Tengah masuk nomor satu, diikuti DKI Jakarta dan Banten," ungkap Indah dalam pertemuan dengan DPR RI pada Senin, 2 September 2024.

Industri tekstil dan garmen memang dikenal sebagai sektor padat karya yang sangat rentan terhadap fluktuasi ekonomi global. 

BACA JUGA:UU Cipta Kerja Disahkan, Beberapa Langkah Pencegahan Perusahaan Hindari PHK, Ini Lengkapnya...

BACA JUGA:3 Langkah Perusahaan Cegah PHK Sesuai UU Cipta Kerja, Berikut Penjelasannya...

Selama beberapa tahun terakhir, industri ini menghadapi berbagai tantangan, mulai dari meningkatnya biaya produksi, persaingan ketat dengan produk impor, hingga perubahan preferensi konsumen global yang lebih memilih produk ramah lingkungan dan berkelanjutan. 

Tekanan ini semakin diperparah oleh melemahnya permintaan global akibat ketidakpastian ekonomi yang dipicu oleh konflik geopolitik dan pandemi berkepanjangan.

Kategori :