BACA JUGA:HUT RI ke-80 Jadi Saksi Gemilang Pebalap Astra Honda di Austria, Mandalika, dan Wonosobo
Hal ini membuat peluang Saluto semakin kecil, karena konsumen Indonesia lebih suka motor retro yang harganya masuk akal dan sesuai tren.
5. Brand Image Suzuki yang Sedang Menurun
Faktor lain yang tak kalah penting adalah brand image Suzuki di segmen roda dua Indonesia yang sedang meredup.
Suzuki dulu dikenal dengan Smash, Shogun, hingga Satria yang sempat melegenda. Namun dalam satu dekade terakhir, pamor Suzuki terus turun karena minim produk baru yang relevan dengan kebutuhan konsumen.
BACA JUGA:SUV Hybrid Murah? Chery Tiggo Cross CSH Hybrid Tawarkan Teknologi Canggih
BACA JUGA:Yamaha Luncurkan Fascino Fi Hybrid 2025, Skuter Stylish dengan Fitur Canggih Mulai Rp15 Jutaan
Dengan brand yang lemah di kelas skutik, membawa masuk Saluto akan sulit mendapat respon positif, kecuali ada gebrakan besar dari sisi promosi dan harga.
Apa yang Bisa Dipelajari dari Kasus Saluto?
Kasus gagalnya Suzuki Saluto masuk Indonesia memberi beberapa pelajaran penting tentang strategi otomotif di Tanah Air:
-Harga adalah faktor utama. Konsumen Indonesia sangat price-sensitive. Produk bagus tapi terlalu mahal akan sulit diterima.
BACA JUGA:Nissan Figaro Cabriolet 1991: Mobil Retro Imut dengan Mesin Turbo yang Jadi Buruan Kolektor
BACA JUGA:Scoutro: Motor Listrik Senyap Karya Mahasiswa ITB untuk Bantu Polisi Hutan Lawan Perburuan Liar
-Timing peluncuran menentukan. Jika Saluto masuk sebelum Fazzio hadir, mungkin ceritanya akan berbeda. Namun setelah Scoopy dan Fazzio menguasai pasar, sulit bagi pendatang baru untuk masuk.
-Brand power sangat berpengaruh. Honda dan Yamaha sudah memiliki komunitas besar, jaringan dealer, dan aftersales yang kuat. Tanpa dukungan ini, produk sehebat apapun bisa gagal.
-Adaptasi lokal itu wajib. Produk global harus bisa menyesuaikan selera konsumen Indonesia, baik dari desain, harga, maupun strategi pemasaran.