DPP IMM Sebut RKUHP Pertanda Ancaman Matinya Demokrasi di Indonesia

DPP IMM Sebut RKUHP Pertanda Ancaman Matinya Demokrasi di Indonesia

JAKARTA, PALPOS.ID – DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menilai RKUHP merupakan produk hukum yang kontra produktif.

Bahkan, pertanda ancaman matinya bagi demokrasi di negara Indonesia.

‘’Bukan tambah maju, malah demokrasi Indonesia berjalan mundur,” tegas Kabid Hikmah Politik dan Kebijakan Publik DPP IMM, Baikuni Alshafa, Sabtu (02/07).

Baikuni menyebutkan, jika RKUHP menjadi perbincangan banyak kalangan beberapa hari terakhir. Termasuk jadi perbincangan di ruang akademisi dan dunia aktivis.

‘’Karena draft RKUHP yang terbaru tidak diberikan. Sedangkan draft yang lama, yakni RKUHP 2019 seperti membungkam demokrasi,” terangnya.

Sebagai contoh pada pasal 218 RKUHP yang menekankan pada penghinaan Presiden ataupun Wakil Presiden.

Pasal 240 menghina pemerintah. Pasal 353 menghina pejabat dan 354 juga bilamana menghina secara daring.

"Lebih menakutkan lagi pada pasal 273 yang ditimbulkan apabila terjadi kemacetan akibat demonstrasi. Ini sangat jelas menjadi ancaman, bahkan mematikan alam Demokrasi Indonesia,” imbuh Baikuni.

Tentu pasal-pasal diatas merupakan pasal karet yang bukan hanya dapat mengkriminalisasi siapapun dalam memberi masukan atau kritikan.

‘’Tetapi ini juga merupakan upaya membungkam demokrasi, serta menghianati semangat reformasi," tegasnya.

Terpisah, Kabid Hukum dan HAM DPP IMM, Tri Laksono, seharusnya isu RKUHP, seharusnya tidak kontra produktif dan tidak alergi dengan kritikan pedas.

"Menurut saya lebih jauh seharusnya jabatan publik terbuka terhadap kritikan. Baik itu dilakukan langsung, melalui media sosial ataupun dengan demonstrasi. Terlebih itu dijamin oleh UUD dalam pasal 28E ayat 3 bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat,” tegasnya.

‘’Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah (Soe Hok Gie)’’.

Jika meminjam cara pandang Gie, maka juga dapat dikatakan bahwa RKUHP ini bukan membawa semangat pembaharuan. Melainkan sebaliknya, membawa demokrasi berjalan statis. ‘’Bahkan membuat demokrasi berjalan mundur,” ungkap Tri.

Seharusnya RKUHP tidak menjadi produk hukum yang kontra produktif. Jika RKUHP ini disahkan tanpa adanya revisi, maka jelas pemerintah sedang melakukan upaya menamengi dirinya dengan hukum. Membuat dirinya kebal dan anti kritik.

‘’Tentu ini menjadi catatan kelam dalam dunia hukum dan alam demokrasi di Indonesia,” tandasnya.

Terakhir, DPP IMM meminta draf RKUHP dibuka untuk umum, diberikan agar dikaji ulang. Jangan biarkan asumsi publik menjadi buruk.

Atau memang draf ini sengaja disimpan karena merupakan produk hukum yang cacat. Sehingga dikhawatirkan apabila diberikan dapat menimbulkan kegaduhan.

Tetapi bukankah sama saja jika tidak dibuka, maka akan menimbulkan lebih banyak korban kegaduhan baik langsung maupun melalui media sosial.

Apalagi banyak masyarakat tidak melek hukum, susah mendapatkan akses bantuan hukum. Dan ada dalam kategori orang yang kurang mampu.

‘’Bahwa RKUHP tersebut menjadi momok. Setiap saat menghantui alam pikiran, bahkan alam media sosial saat menyampaikan kritikan,” pungkasnya. (*/rilis)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: