Tipidter Polda dan Inspektur Tambang, Cek Limbah PT BAS

Tipidter Polda dan Inspektur Tambang, Cek Limbah PT BAS

TINJAU : Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel bersama pihak Inspektur Tambang Kementerian RI melakukan penyelidikan kebun karet milik Abdul Mukti. -Foto : Feby-PALPOS.ID

MUARA ENIM, PALPOS.ID - Tipidter Ditreskrimsus Polda Sumsel bersama pihak Inspektur Tambang Kementerian RI, melakukan penyelidikan dan mengecek terkait pengaduan masyarakat mengenai adanya ribuan batang pohon karet milik Abdul Mukti (74), warga desa Pulau Panggung Kecamatan Panang Enim, Muara Enim yang tidak lagi produktif diduga karena terendam air bercampur limbah PT Bara Anugrah Sejahtera (BAS).

Ribuan batang karet yang merupakan bibit unggul tanah Sumbawa tersebut ditanam di atas lahan seluas 2,5 hektar. Diperkirakan kurang lebih setengah hektar lahan terdampak dan batang-batang karet lainnya mengering tanpa ada getah yang bisa di sadap, beberapa di antara batang-batang tersebut telah mati.

Diduga hal yang menimpa lahan karet milik Abdul Mukti tersebut, karena area kebun yang bersebelahan dengan Bens Disposal milik PT BAS, beserta adanya dugaan limbah yang merendam sebagaian kebun miliknya sehingga berpengaruh pada produktifitas tanaman dan kualitas lahan.

Anak kandung pemilik lahan, Rizal Fauzi, mengatakan bahwa lahan yang dimiliki orang tuanya merupakan lahan produktif, perkebunan karet yang berlokasi di Pulau Panggung Enim, masuk dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT BAS, perusahan tersebut memiliki IUP eksplorasi diperkirakan sejak tahun 2010.

Kemudian dari pemilik lama, perusahaan tersebut menjualkan sebagian besar saham ke PT Titan Group diperkirakan sekitar tahun 2014. Limbah yang masuk kekebun orang tuanya terjadi bersamaan dengan perencanaan pembangunan pembuangan Disposal, sejak saat itu lahan-lahan di sekitar kebun orang tuanya mulai dibebaskan.

“Keberadaan limbah disposal tersebut masuk ke kebun. Sedang kebun karet tersebut merupakan lahan produktif yang tiap bulannya mampu menghasilkan kurang lebih 800 kg sampai 1 ton tiap bulannya, dikalikan dengan harga saat itu yang tentunya pluktuatif,” jelas Rizal, Jumat (6/1).

Rizal menjelaskan mulai 2016, ketika disposal tersebut terbentuk dan limbah masuk ke area perkebunan. Dampaknya ada penurunan hasil kebun, berangsur dari 1 ton hingga saat ini hanya menghasilkan 100 kg karet per tiga bulan.

Luas lahan kebun karet tersebut 2,5 hektar berdasarkan surat kepemilikan yang ditanami kebun karet dengan bibit unggul dari tanah Sumbawa. Kemudian penanaman berdasarkan pola atau teknis pertanian dan perkebunan.

“Lokasi kebun, secara geografis dekat dengan Sungai Enim dan Air Purut. Keadaan kebun yang rusak permanen lebih kurang 6000 meter persegi atau lebih kurang setengah hektar karena pembangunan Disposal," ujarnya.

Lanjutnya, semula di dekat kebun tersebut ada Danau Pujian sumber air resapan. Kalau menurut legenda (hikayat), kata dia, dahulunya itu merupakan Sungai Enim Ngalih karena habitat di sana persis habitan di Sungai Enim seperti didapati ikan Belida, ikan Seluang dan Lampam.

“Danau resapan tersebut oleh PT BAS ditimbun, akibatnya air yang selama ini mengalir ditambah lagi pembangunan disposal sehingga air tersebut bercampur limbah dan masuk ke kebun orang tuanya, terkurung dan tergenang, lama-kelamaan pohon-pohon karet beserta tanaman lainnya mengering dan mati,” jelasnya.

Hal ini dinilai sangatlah merugikan bagi orang tuanya, karena dengan tidak produktifnya kebun tersebut telah menghilangkan mata pencaharian orang tuanya, yang tadinya 800 kg sampai 1 ton perbulan, saat ini hanya 100 kg per 3 bulan.

Pihaknya sudah meminta PT BAS untuk mengganti kerusakan, secara persuasif keluarga sudah menemui manajemen PT BAS di kantornya. Tetapi dari hasil pertemuan tersebut harga yang mereka tawarkan sangatlah rendah tanpa memperhitungkan dampak dan kerugian lainnya. Diakuinya, pada tahun 2016 PT BAS sempat memberikan dana tali kasih atau uang kerohiman seberas Rp3,5 juta. Namun sesudah itu tidak ada lagi pemberian dana kerohiman tersebut.

“Karena kami rakyat kecil, kami berpikir untuk berproses dan meminta bantuan kepada pemilik kebijakan paling tinggi di republik ini, dalam hal ini Presiden Jokowi beserta komponen lainnya yang memang ada hubungannya seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Pertambangan, Kapolri dan Komisi VII DPR RI, juga aktivis lingkungan seperti Walhi, kita kirim juga ke Gubernur, Kapolda, Kadin Pertambangan Provinsi, KLH Provinsi dan PJ Bupati Muara Enim,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: palpos.id