Minta Polisi Usut Tuntas Motif dan Modus Pelaku

Minta Polisi Usut Tuntas Motif dan Modus Pelaku

Tampak orangtua didampingi kerabat menyampaikan keluhan.-Foto: Febi-Palpos.Id

MUARA ENIM, PALPOS.ID - Keluarga besar korban pembunuhan seorang pelajar PALPOS.PALPOS.disway.id/listtag/37205/disway">disway.id/listtag/1218/kasus">kasus pembunuhan terhadap anak di bawah umur E (16) yang terjadi di Jalan Pramuka III Lorong PGRI No 46 RT 01 Rw 04 Kelurahan Pasar 3 Muara Enim Kecamatan Muara Enim Kabupaten Muara Enim, PALPOS.PALPOS.disway.id/listtag/37205/disway">disway.id/listtag/97667/minta">minta keadilan dan transfaransi serta PALPOS.PALPOS.disway.id/listtag/37205/disway">disway.id/listtag/317/pelaku">pelaku dihukum yang seberat-beratnya.

"Dalam dua kali persidangan kami keluarga korban seperti tidak dianggap. Kami terpaksa mencari tahu kapan jadwal sidangnya. Ketika disidang kami juga tidak tahu kapan jadwal sidangnya sehingga meski kami sudah di PN Muara Enim kami kecele. Kami kecewa sekali dengan sistim proses hukum yang menimpa anak kami," tegas  ayah dan ibu korban Nanang Sopian (44) dan Yeri Pardianti (38) didampingi anak sulungnya Yenas Fitri Alisah (19) Selasa (25/7).

Menurut Nanang, pihak keluarga besar pada intinya sudah ikhlas dengan kepergian korban yang merupakan anak bungsunya dari dua bersaudara tersebut, asal proses peradilan dilaksanakan dengan seadil-adilnya dan secara transparan. Pihaknya memahami jika hal tersebut adalah peradilan anak maka tertutup untuk umum dan pengacara kami otomatis adalah Jaksa. Namun kalau untuk keluarga korban sendiri masa harus seperti ditutup-tutupi.

BACA JUGA:Tukang Kayu Berulah Gelapkan Sepeda Motor, Berakhir Masuk Bui

Dirinya dari pihak keluarga tentu berhak tahu apakah proses peradilan sudah seadil-adilnya atau tidak. Sebab pada proses peradilan yang pertama banyak terungkap dalam proses peradilan kejanggalan-kejanggalan baik oleh para saksi dan terdakwa sendiri sehingga kami menganggap banyak dugaan kebohongan baik modus dan motif pembunuhan tersebut sehingga pihak aparat penegak hukum bisa mendalami kasus tersebut.

"Pelaku memang masih anak-anak. Namun yang meninggal itu anak kami juga usianya lebih muda dari pelaku. Bagaimana kalau kasus ini menimpa keluarga para penegak hukum," tandasnya.

Ditambahkan oleh Ibu korban Yeri Pardianti (38) didampingi anak sulungnya Yenas Fitri Alisah (19) bahwa dalam fakta persidangan yang menghadirkan para saksi terdakwa, ternyata salah seorang saksi RK membantah jika ia melihat kasus pengeroyokan yang dilakukan oleh almarhum anaknya kepada terdakwa pada saat duduk dibangku SMP.

BACA JUGA:Pengamanan Barang Milik Daerah, Dilakukan oleh Pengelola Barang

Bahkan saksi bingung mengapa dirinya dijadikan saksi. Begitupun pada saat pengakuan terdakwa bahwa saat ia berkelahi (bergumul) dengan korban lemari jati sempat roboh namun ia tegakkan kembali dengan kakinya. Itu juga tidak mungkin sebab lemari jati itu ukurannya besar dan berat. Selain itu, pada saat persidangan banyak jawaban tersangka yang tidak masuk akal.

Kemudian, lanjutnya, pada saat duduk dibangku SMP, almarhum duduk dikelas 1 SMPN 2 Muara Enim. Sedangkan terdakwa duduk dikelas 3 SMPN 4 Muara Enim yang lokasi sekolahnya berjauhan. Apalagi tubuh anaknya kecil dibandingkan terdakwa. Jadi sangat tidak masuk diakal anak kelas 1 mau mengeroyok anak kelas 3. Jadi motif terdakwa karena dendam dikeroyok itu dipertanyakan lagi.

Kemudian, lanjut Pardianti, saat anaknya ditemukan posisinya seperti meringkuk dan luka-lukanya banyak dikepala bagian belakang. Secara logika, patut diduga pelaku yang membunuh anaknya lebih dari satu orang. Sebab jika memang terjadi perkelahian satu lawan satu tidak mungkin terdakwa tidak mengalami luka sedikitpun minimal ada luka memar dan tidak mungkin korban tidak melakukan perlawanan.

BACA JUGA:Polres OKU Sukses Gagalkan Peredaran Ribuan Liter Pertalite Ilegal

"Kemarin saja, pada waktu ingin mengikuti perkembangan persidangan kami seperti di halang-halangi oleh petugas keamanan Pengadilan yang mengatakan sidang belum dimulai, masih dalam sidang Perdata, namun pada saat itu selang beberapa jam ternyata sidangnya sudah selesai ," terangnya.

Untuk itu, sambung Yeri, kami berharap, kepada Majalis Hakim tolong pertimbangkan rasa keadilan itu menimpa anak kami ini, bagai mana kalau posisi kejadian ini menimpa kepada anak kalian. Pihak mohon dengan secara hormat kepada penegak hukum agar rasa keadilan itu dapat di tegakkan seadil-adilnya. Kepada pelaku dapat Vonis hukuman setimpal dan seberat-beratnya, bila perlu hukuman mati karena telah menghilangkan nyawa dan masa depan anak kami.

Ditambahkan Ayuk korban Yenas, bahwa dirinya juga mempertanyakan mengapa seluruh chatingan dalam whatsapp bahkan status korban semuanya telah dihapus, padahal dari chatingan maupun data yang didalam handphone tersebut bisa dijadikan barang bukti, sebab sesudah kejadian ia sempat membuka handphone adiknya dan melihat sebagian isi chatingan maupun status adiknya. Inilah menambah kecurigaan kami seperti ada upaya penghilangan bukti-bukti dilapangan.

BACA JUGA:Aksi Begal Meresahkan Warga Ogan Ilir, Wilayah Ini Dinilai Paling Rawan

"Tolong diprint-outkan seluruh isi percakapan mungkin akan ada bukti baru dan bisa mengetahui modus dan motif yang sebenarnya, karena alasan terdakwa karena dendam dikeroyok itu sudah terbantahkan oleh saksinya sendiri maupun dari hasil investigasi kami dilapangan," terangnya.

Sementara itu, menurut kesaksian Rama (16) yang merupakan teman korban yang terakhir bertemu dengan korban mengatakan bahwa ia bertemu dengan korban sekitar pukul 12.00 WIB dan sempat ada telepon dari seseorang yang intinya mengajaknya untuk menagih hutang. Kemudian, sekitar pukul 14.00 WIB, korban kembali ditelepon oleh seseorang dengan maksud yang sama.

Selanjutnya, korban pamitan dengannya bersama teman-teman lainnya dengan tujuan ingin ke lokasi PGRI. Setelah itu lost contact, karena dirinya bersama teman-temanya sempat contact namun korban tidak membalas.

"Saya sempat tanya mau kemana, katanya mau nemani temannya menagih hutang. Hutangnya Rp800 ribu, namun baru dibayar Rp300 ribu, jadi sisa masih Rp500 ribu. Saya tanya dimana, dijawab korban di PGRI tanpa menjelaskan dengan siapa," ujar Rama.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Muara Enim Ahmad Nuril Alam SH MH melalui Kasi Intel Anjaskarya SH MH menjelaskan, menanggapi adanya hal tersebut, bahwa JPU maupun pengadilan sudah dalam koridor yang benar sesuai dengan aturan perundang undangan yang berlaku. Karena dalam perkara yang pelakunya adalah anak yang berkonflik hukum (ABH) berdasarkan Undang Undang No 11 tahun 2023 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di pasal 54 bahwa hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup untuk umum kecuali dalam agenda putusan.

Lanjutnya, persidangan atas perkara tersebut terakhir beragendakan pembacaan tuntutan terhadap ABH, artinya persidangan tetap dilaksanakan secara tertutup.


Namun, meskipun terbuka tetap tidak ada kewajiban untuk mengundang para pihak untuk hadir dalam persidangan tersebut. "Tapi, kalaupun keluarga ingin datang di proses selanjutnya meskipun bukan agenda putusan ya silahkan, hanya saja tidak bisa masuk ke persidangan," ungkapnya.

Saat ditanyakan dimana keluarga merasa proses pemeriksaan sampai persidangan seperti ditutupi dirinya menegaskan tidak ada yang ditutup tutupi. "Apa yang mau ditutupi, semua berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku dan tuntutan yang diberikan juga sudah maksimal, 10 tahun penjara," terangnya.

Seperti diberitakan sebelumnya bahwa HHS (16) warga Rumah Tumbuh, Muara Enim ini, ditemukan tewas dirumah kosong di Jln Pramuka III, Lorong PGRI, Kelurahan Pasar III, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim. Diduga korban meninggal setelah terlibat perkelahian dengan RA (17) warga Jln. Pramuka III, Lorong PGRI, Kelurahan Pasar III, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Rabu (28/6/2023). Adapun motifnya karena dendam

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: