Carabikang : Kue Tradisional Berwarna-warni yang Tetap Eksis di Tengah Gempuran Kuliner Modern

Cetakan ini mirip dengan cetakan kue lumpur atau serabi, namun hasil akhirnya jauh berbeda.

Kunci keindahan carabikang terletak pada proses pemanggangan yang sabar dan teknik membuatnya merekah di akhir pemanggangan.

BACA JUGA:Peda : manisan tradisional india yang melekat di setiap perayaan suci

BACA JUGA:Malpua : pancake tradisional india yang manis dan menggoda selera

Ketika sudah matang setengah, bagian atas kue disobek perlahan agar "mekar" seperti bunga.

Proses ini memerlukan ketelitian dan pengalaman agar hasilnya tidak hancur atau gosong.

“Salah satu tantangan membuat carabikang adalah mencapai rekahan sempurna.

Kalau terlalu cepat dibelah, bisa tidak mekar. Kalau terlalu lama, bawahnya gosong,” ujar Ibu Sri Wahyuni, penjual jajanan pasar di Pasar Beringharjo, Yogyakarta yang sudah 20 tahun membuat carabikang secara tradisional.

Selain bentuk dan rasa, carabikang juga menyimpan makna simbolis dalam budaya Jawa.

Dalam beberapa upacara adat, kue ini disajikan sebagai lambang keindahan dan kerukunan. Bentuk yang merekah dianggap sebagai lambang kebahagiaan dan keterbukaan hati.

“Kami biasa menyajikan carabikang saat acara selamatan rumah atau perayaan tujuh bulan kehamilan.

Warna-warna cerah dan bentuknya yang mekar dianggap membawa aura positif,” jelas Budiyono, seorang budayawan asal Solo.

Tidak hanya di Jawa, carabikang juga mulai dikenal di berbagai daerah lain di Indonesia.

Bahkan, beberapa komunitas pecinta kuliner tradisional mulai menggelar pelatihan membuat carabikang secara daring, agar generasi muda tidak melupakan jajanan ini.

Meski tergolong jajanan lawas, carabikang saat ini mulai diminati kembali oleh anak muda.

Sumber: