Kue Lapis : Warisan Kuliner Nusantara yang Terus Bertahan di Tengah Modernisasi

Kue Lapis : Warisan Kuliner Nusantara yang Terus Bertahan di Tengah Modernisasi

Lapisan demi lapisan, seperti hidup yang penuh proses.-Fhoto: Istimewa-

Kalau terlalu cepat, lapisan bisa tercampur, dan hasilnya tidak cantik,” jelasnya.

Yulianti menggunakan pewarna alami seperti daun pandan untuk warna hijau, ubi ungu, atau bahkan bunga telang untuk memberikan tampilan yang lebih sehat dan ramah lingkungan.

BACA JUGA:Bugis Mandi : Tradisi dan Makna dalam Kehidupan Masyarakat Bugis

BACA JUGA:Kue Mendut : Warisan Kuliner Nusantara yang Tetap Eksis di Tengah Arus Modernisasi

“Banyak orang sekarang lebih peduli dengan bahan alami.

Saya menyesuaikan dengan permintaan konsumen, tapi tetap menjaga rasa klasiknya,” ujarnya.

Selain nilai kuliner, kue lapis juga memiliki makna simbolik.

Dalam beberapa tradisi daerah di Indonesia, kue lapis sering disajikan dalam acara adat, pernikahan, dan syukuran.

Lapisan-lapisan dalam kue ini dianggap sebagai simbol kesabaran, ketekunan, dan proses hidup yang harus dijalani tahap demi tahap.

“Lapisan demi lapisan itu seperti perjalanan hidup.

Tidak bisa langsung jadi, semuanya ada prosesnya,” ungkap Budiman, seorang budayawan asal Yogyakarta.

Ia menyebut kue lapis sebagai cermin filosofi Jawa tentang ketekunan dan keharmonisan dalam menjalani kehidupan.

Di era media sosial dan digitalisasi saat ini, kue lapis tidak luput dari tren. Banyak pembuat kue lapis berinovasi dengan tampilan lebih modern.

Ada yang menambahkan motif bunga, karakter kartun, atau membuat kue lapis pelangi dengan delapan warna mencolok untuk menarik perhatian generasi muda.

Salah satu inovasi datang dari "Lapis Licious", sebuah UMKM berbasis di Bandung yang menjual kue lapis kekinian dalam bentuk cup kecil dan rasa unik seperti taro, matcha, hingga kopi susu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: