Kue Lapis : Warisan Kuliner Nusantara yang Terus Bertahan di Tengah Modernisasi

PALPOS.ID – Di tengah maraknya makanan modern dan tren kuliner luar negeri yang membanjiri pasar Indonesia, kue lapis tetap menjadi salah satu ikon jajanan tradisional yang digemari masyarakat lintas generasi.

Kue bertekstur lembut dengan lapisan warna-warni ini tidak hanya menggoda selera, tapi juga menyimpan cerita panjang sebagai bagian dari kekayaan budaya kuliner Nusantara.

Kue lapis merupakan salah satu jenis kue basah yang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.

Kata “lapis” dalam bahasa Indonesia berarti berlapis-lapis, yang merujuk pada bentuk fisiknya yang tersusun dari beberapa lapisan tipis dengan warna berbeda.

BACA JUGA:Kue Jetik Manis : Warisan Kuliner Tradisional yang Tetap Bertahan di Tengah Modernisasi

BACA JUGA:Kue Putri Mandi : Warisan Kuliner Nusantara yang Melembut di Lidah

Dalam sejarahnya, kue lapis merupakan hasil akulturasi budaya antara Indonesia dan Belanda, mirip dengan kue lapis legit yang juga populer di masa penjajahan.

Namun, berbeda dengan lapis legit yang dipanggang, kue lapis dikukus.

Bahan utamanya terdiri dari tepung beras, tepung kanji (tapioka), santan, gula, dan pewarna makanan alami atau buatan.

Proses pembuatannya membutuhkan ketelatenan karena adonan harus dituangkan dan dikukus selapis demi selapis hingga membentuk delapan hingga sepuluh lapisan.

BACA JUGA:Kue Misro : Cita Rasa Tradisional yang Tetap Eksis di Tengah Modernisasi Kuliner

BACA JUGA:Kue Putri Noong, Si Manis dari Tanah Sunda yang Kian Populer

Menurut Yulianti, seorang produsen kue tradisional di Jakarta Timur yang sudah 20 tahun menekuni bisnis ini, kue lapis bukanlah kue yang bisa dibuat terburu-buru.

“Membuat kue lapis itu perlu sabar. Setiap lapisan harus dikukus hingga setengah matang sebelum dituang lapisan berikutnya.

Sumber: