Pemekaran Wilayah Sumatera Selatan: Calon Provinsi Palapa Selatan, Langkah Mengejutkan Menuju Masa Depan

Pemekaran Wilayah Sumatera Selatan: Calon Provinsi Palapa Selatan, Langkah Mengejutkan Menuju Masa Depan. foto: kepri.pikiran-rakyat.com--
Provinsi Palapa Selatan dirancang akan terdiri dari enam daerah, yang saat ini tersebar dalam dua provinsi:
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Sumatera Selatan: Calon Kabupaten Kikim Area dan Kabupaten Besemah Siap Mandiri
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Sumatera Selatan Berhasil Bentuk 3 Provinsi, 3 Kota, dan 7 Kabupaten Baru
Dari Provinsi Sumatera Selatan:
Kabupaten Lahat
Kota Pagaralam
Kabupaten Empat Lawang
Dari Provinsi Bengkulu:
Kabupaten Bengkulu Selatan
Kabupaten Kaur
Kabupaten Seluma
BACA JUGA:Aspirasi Pemekaran Wilayah Bengkulu: Empat Kabupaten Usulkan Bergabung dengan Dua Provinsi Baru
BACA JUGA:Provinsi Palapa Selatan: Aspirasi Pemekaran Wilayah Bengkulu dan Sumatera Selatan yang Menjanjikan
Gabungan ini didasari oleh kedekatan geografis, sejarah kolonial yang senada (terutama pengaruh Kerajaan Besemah dan sejarah VOC), serta jaringan jalan dan infrastruktur yang saling terhubung.
Bila terealisasi, Provinsi Palapa Selatan menjadi provinsi lintas-provinsi pertama di Sumatera dalam dua dekade terakhir.
Kesiapan Infrastruktur Kabupaten Lahat
Sebagai calon ibukota, Kabupaten Lahat telah menunjukkan kesiapan infrastruktur yang signifikan. Wilayah ini terdiri dari:
BACA JUGA:Aspirasi Pemekaran Wilayah Bengkulu: Aksi Nyata Pemerintah Daerah Dorong Pembentukan Bumi Pekal
24 kecamatan
17 kelurahan
360 desa
Kabupaten ini memiliki infrastruktur pendidikan, kesehatan, perhubungan, dan perdagangan yang berkembang pesat.
Jalan raya yang menghubungkan Lahat dengan Pagaralam dan Empat Lawang juga semakin mantap, sementara bandara Atung Bungsu di Pagaralam bisa menjadi pintu masuk udara yang mendukung lalu lintas regional.
Pemekaran Wilayah Sumatera Selatan sebagai Langkah Strategis Otonomi Daerah
Wacana pembentukan Provinsi Palapa Selatan muncul di tengah moratorium pemekaran wilayah yang masih diberlakukan oleh pemerintah pusat.
Namun, banyak tokoh masyarakat dan akademisi menilai bahwa moratorium ini harus dikaji ulang dengan mempertimbangkan kebutuhan otonomi daerah, pelayanan publik, dan pemerataan pembangunan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber