Komisi II DPRD Prabumulih Fasilitasi Mediasi PT MMU dan Mantan Sekuriti Terkait Lembur Tak Dibayar

Suasana rapat mediasi antara PT MMU dan mantan karyawan, di ruang rapat Banggar DPRD Prabumulih.-Foto:dokumen palpos-
PRABUMULIH, PALPOS.ID – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Prabumulih kembali menjalankan fungsi pengawasan dan mediasi dengan menggelar rapat terkait sengketa ketenagakerjaan yang melibatkan PT Maju Mandiri Utama (MMU) dan enam orang mantan pekerjanya.
Persoalan yang mencuat adalah tuntutan pembayaran upah lembur yang diklaim belum dibayarkan oleh perusahaan kepada para eks pekerja selama mereka masih aktif bekerja, khususnya di bagian keamanan (sekuriti).
Rapat mediasi ini digelar pada Senin, 28 Juli 2025, di ruang rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Prabumulih.
Dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II DPRD Prabumulih, Feri Alwi, SH MH, rapat tersebut dihadiri pula oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Prabumulih, H. Sanjay Yunus, SH MH, perwakilan dari Disnaker Provinsi Sumatera Selatan, perwakilan HRD PT MMU, serta keenam mantan pekerja yang menjadi pihak pelapor dalam permasalahan ini.
BACA JUGA:Kolaborasi AMSA Unsri dan Pemkot Prabumulih, 75 Anak Disunat Gratis
BACA JUGA:Marak Judi Online, ASN dan Non-ASN di Prabumulih Dilarang Instal Aplikasi Judol di HP
Pantauan di lapangan, suasana rapat berlangsung dalam suasana tegang.
Baik pihak perusahaan maupun eks karyawan sama-sama bersikukuh atas posisi dan klaim masing-masing.
Eks karyawan PT MMU secara tegas menuntut pembayaran uang lembur yang selama ini menurut mereka belum diberikan.
Mereka menyatakan bahwa selama bertugas sebagai petugas keamanan, mereka kerap diminta bekerja melebihi jam kerja normal tanpa kompensasi sesuai aturan ketenagakerjaan.
“Kami sudah menjalankan tugas dengan baik, bahkan sering bekerja lebih dari 8 jam sehari.
Tapi tidak pernah ada kompensasi berupa uang lembur yang kami terima,” ujar Edi, salah satu mantan karyawan PT MMU yang hadir dalam mediasi tersebut.
Sementara itu, pihak perusahaan, dalam hal ini diwakili oleh HRD dan Legal Manager PT MMU, Ali Bintoro, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah secara resmi memerintahkan para pekerja tersebut untuk melakukan kerja lembur.
Menurutnya, tidak ada surat perintah lembur (SPL) yang dikeluarkan oleh perusahaan selama masa kerja para sekuriti tersebut.
BACA JUGA:Wali Kota Arlan Serahkan Langsung Bantuan Beras CPP kepada Warga Desa Jungai Prabumulih
“Perusahaan tidak pernah memerintahkan lembur, dan itu tidak bisa dibuktikan secara hukum. Tidak ada dokumen atau surat perintah lembur resmi yang dapat digunakan sebagai dasar klaim mereka,” tegas Ali Bintoro.
Dalam pernyataannya kepada awak media usai rapat, Ketua Komisi II DPRD Prabumulih, Feri Alwi SH MH menegaskan bahwa pihaknya memfasilitasi mediasi sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keluhan masyarakat dan pekerja yang merasa dirugikan. Feri menekankan pentingnya penyelesaian secara musyawarah, tanpa harus membawa perkara ini ke ranah pengadilan hubungan industrial.
“Kami mengundang kedua belah pihak untuk mendengarkan langsung keluhan dan tanggapan masing-masing. Namun memang belum ditemukan solusi yang memuaskan. Oleh karena itu, kami menyepakati akan dilakukan musyawarah lanjutan di kantor Disnaker Kota Prabumulih,” jelas Feri.
Lebih lanjut Feri mengatakan bahwa Disnaker Kota Prabumulih dan pengawas ketenagakerjaan dari Disnaker Provinsi Sumsel akan dilibatkan secara aktif dalam musyawarah lanjutan tersebut. Harapannya, kedua belah pihak dapat menemukan titik temu agar tidak ada yang merasa dirugikan.
“Kalau bisa diselesaikan secara kekeluargaan, kenapa harus ke pengadilan? Kami harap pihak PT dan mantan pekerja bisa mencapai kesepakatan damai. Tentu ini juga akan kami kawal dan pantau terus,” tegas politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Sementara itu, Ali Bintoro menyatakan bahwa pihak PT MMU bersikap terbuka terhadap semua solusi yang rasional dan tidak memberatkan kedua belah pihak. Namun, ia juga menegaskan bahwa perusahaan tidak bisa memenuhi tuntutan berdasarkan klaim yang tidak didukung bukti hukum yang sah.
“Saya mewakili pihak PT berusaha mencari jalan keluar terbaik, dengan tidak mengatakan kita sebagai pembenar pemenang, tapi kita memberikan edukasi bahwa segala sesuatunya harus berproses itu saja,” tuturnya.
Ali juga menegaskan bahwa pihak perusahaan saat ini menunggu penawaran dari mantan karyawan sebagai bentuk itikad baik dalam proses penyelesaian ini. “Kalau saya menunggu penawaran dari mereka kan belum tahu, sedangkan itu semuakan tidak terbukti. Bukti-buktinya tidak ada, kalau secara normatif sudah tidak bisa diganggu gugat mungkin di bawah itu kita bisa bicara baik-baik,” imbuhnya.
Sementara itu, Edi yang mewakili mantan karyawan menyatakan bahwa mereka siap mengikuti proses musyawarah sebagaimana diharapkan DPRD dan Disnaker. Namun, mereka tetap pada tuntutan agar hak-hak pekerja selama bertahun-tahun tidak diabaikan begitu saja.
“Kami hanya menuntut hak kami. Tidak lebih. Kalau memang musyawarah jadi jalan keluarnya, kami siap,” ujarnya singkat.
Menurut data yang dihimpun, keenam mantan karyawan yang terlibat dalam kasus ini merupakan bagian dari tim sekuriti PT MMU yang telah bekerja selama beberapa tahun terakhir. Mereka mengklaim bahwa selama masa kerja, mereka kerap bekerja hingga 12 jam sehari namun hanya dibayar untuk 8 jam kerja. Klaim ini menjadi inti persoalan yang mereka bawa ke DPRD dan Disnaker.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Prabumulih, H Sanjay Yunus SH MH, yang hadir dalam rapat mediasi tersebut juga memberikan tanggapan. Ia menyatakan bahwa pihaknya siap memfasilitasi musyawarah lanjutan dan memberikan arahan kepada kedua pihak agar dapat menyelesaikan persoalan ini tanpa konflik berkepanjangan.
“Kami dari Disnaker akan mengawasi proses musyawarah yang akan dilakukan. Diharapkan ada solusi yang adil dan bisa diterima bersama,” kata Sanjay. (abu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: