Asisten Residen Koetai GH Dahmen melancarkan ekspedisi melalui sungai Mahakam dari Samarinda ke Muara Teweh untuk menghadapi pengikut Antasari yang bergerak ke utara.
3. Ekspedisi dan Pembukaan Cabang Pemerintahan
Ekspedisi tersebut menjadi titik awal isolasi yang terbuka di pedalaman Borneo. Setelah Perang Bandjar, wilayah pedalaman ini mulai terbebas dari isolasi.
Pemerintah Hindia Belanda membuka cabang pemerintahan di Goote Daijak dan Amoentai, termasuk di Muara Teweh.
BACA JUGA:Petualangan Eksotis di Hutan: Wisata Air Panas Hantakan Kalimantan Selatan
4. Asal Nama "Muara Teweh"
Nama "Muara Teweh" berasal dari bahasa Banjar Kuala, dengan "muara" yang artinya "tumbang" dan "Tiwei" yang merujuk pada arah ke utara.
Istilah "Tumbang Tiwei" kemudian diseragamkan menjadi "Muara Teweh" oleh pemerintah kolonial Belanda, sejalan dengan seragamisasi istilah kota di Kalimantan Tengah.
5. Peran Muara Teweh di Barito Utara
Muara Teweh, yang terletak di Kecamatan Teweh Tengah dengan wilayah cakupan di kelurahan Lanjar dan kelurahan Melayu, menjadi bagian integral dari provinsi Kalimantan Tengah.
Kota ini kaya akan sumber daya alam seperti batu bara, emas, perkebunan sawit, rotan, dan karet, yang menjadi pilar ekonominya.
BACA JUGA:Perjalanan Menuju Kabupaten Tanah Kambatang Lima: Harapan Daerah Otonomi Baru di Kalimantan Selatan
BACA JUGA:Pariwisata Kalimantan Selatan: Memikat Wisatawan dengan Kekayaan Alam dan Budaya yang Luar Biasa
6. Peninggalan Sejarah dan Perkembangan Kota
Dulu, di kota Muara Teweh terdapat benteng peninggalan Belanda yang sekarang ditempati oleh Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Barito Utara.