Namun di balik kenikmatannya, nasi kulit ayam juga menuai perhatian dari sisi kesehatan.
Kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi membuat beberapa ahli gizi mengingatkan agar konsumsi menu ini tidak berlebihan.
“Kalau dikonsumsi sesekali, tidak masalah. Tapi karena kandungan lemak jenuh di kulit ayam cukup tinggi, sebaiknya diimbangi dengan sayur dan buah, serta olahraga teratur,” jelas dr. Mira Lestari, seorang ahli gizi dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Beberapa pelaku usaha kuliner pun mulai merespons kekhawatiran ini dengan menawarkan varian yang lebih sehat, seperti nasi kulit oven (tanpa digoreng), nasi kulit rendah minyak, atau pilihan nasi merah.
Fenomena nasi kulit ayam tidak hanya menjadi tren sesaat.
Melihat antusiasme masyarakat, banyak pelaku bisnis kuliner yang mulai melirik peluang waralaba (franchise) untuk memperluas jangkauan.
Biaya produksi yang relatif rendah, ditambah bahan baku yang mudah didapat, menjadikan menu ini cocok untuk pemula di dunia usaha makanan.
Menurut data dari Asosiasi Pengusaha Kuliner Indonesia (APKULINDO), bisnis nasi kulit mengalami pertumbuhan hingga 30% pada tahun 2024, dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan industri makanan cepat saji lokal.
“Ini contoh bagus dari bagaimana makanan tradisional bisa naik kelas dan punya nilai ekonomi tinggi,” ujar Budi Prasetyo, pengamat kuliner dan penulis buku Bisnis Kuliner Zaman Now.