Dampak Aktivitas PLTU, Pohon Karet Mati Terendam Banjir

Dampak Aktivitas PLTU, Pohon Karet Mati Terendam Banjir

Rapat penyelesaian kerusakan kebun karet masyarakat yang mati akibat aktivitas PT GHEMMI, di ruang rapat asisten perekonomian dan pembangunan Kabupaten Muara Enim.Foto:Febi/Palpos.id--

"Sebenarnya kami tidak mau dibebaskan, namun karena lahan tersebut sudah rusak dan dikepung lahan milik PT GHEMMI mau tidak mau kami meminta untuk dibebaskan saja, supaya kedepan tidak ada lagi permasalahan," tegasnya.

 

Dari beberapa kali rapat, lanjut Arifai, bahkan anggota Komisi I DPRD Muara Enim bersama pihak terkait termasuk pihak perusahaan sudah pernah turun ke lapangan untuk melihat kerusakan tersebut pada tanggal 25 Juli 2022.

 

Kemudian diputuskan agar PT GHEMMI segera menyikapi tuntutan masyarakat dan meminta Pemerintah Kabupaten Muara Enim segera melakukan verifikasi lapangan. Kemudian tanggal 5 Agustus 2022 Tim Pemerintah Kabupaten Muara Enim melakukan verifikasi ke lokasi lahan warga didampingi oleh Manajemen PT. GHEMMI. 

 

Dari hasil verifikasi lapangan disepakati jumlah batang karet yang terkena dampak banjir dan/atau mati tidak bisa disadap berjumlah 175 batang karet teknis dan Mat Sahi sebanyak 100 batang karet teknis. Kemudian dilakukan musyawarah, PT GHEMMI hanya sanggup melakukan ganti rugi sebesar Rp 95 juta untuk milik Yandra dan Rp 75 juta untuk milik Mat Sahi. Karena jauh dari tuntutan, akhirnya bermusyawarah lagi dan terakhir diberikan penawaran untuk milik Yandra Rp 110 juta dan milik Mat Sahli Rp 85 juta.

 

"Untuk kompensasi saja hanya sepertiga, belum ganti rugi lahan. Pihak PT GHEMMI tawaran tersebut sudah seluruhnya kompensasi dan pembebasan lahan. Kalau saya (Arifai) belum menerima tawaran tersebut," pungkasnya.

 

Sedangkan Ser Nurmir, menerima tawaran Rp 85 juta untuk kompensasi bukan ganti rugi lahan tersebut namun dengan catatan jika lahan kembali rusak dan tidak ada pembersihan atau sama saja dengan kejadian sebelumnya maka pihaknya akan kembali menuntut pada 2023 mendatang, dengan konsekuensi pihak perusahaan harus membayarkan kompensasi tersebut paling lambat akhir Desember 2022.

 

"85 juta itu harus dibayar pada tahun 2022 ini, kalau lewat maka tahun 2023 harus bayar lagi Rp 85 juta. Kalau saya dibebaskan saja lahannya oleh PT GHEMMI," ujarnya.

 

Kuasa Hukum PT.GHEMMI, Abi Samran, mengatakan nilai kompensasi yang ditawarkannya untuk saudara Arifai Rp 110 juta dan Ser Nurmir Rp 85 juta merupakan kesepakatan perusahaan. Pihaknya belum mendapatkan petunjuk atau arahan dari perusahaan untuk melakukan ganti rugi atau pembebasan lahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: