KSPI Desak Pemerintah Naikkan UMP 8-10 Persen di Tahun 2025: Said Iqbal Soroti Penurunan Daya Beli Buruh
Partai Buruh Gugat UU Cipta Kerja: MK Putuskan Ubah Sejumlah Pasal yang Ancam Hak Perlindungan Pekerja.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id
BACA JUGA:SPSI Ikut Suarakan Usulan Buruh, Kenaikan Upah 15 Persen
"Kami mengharapkan pemerintah dapat memahami kondisi riil yang dihadapi oleh buruh saat ini. Kenaikan upah minimum adalah bentuk keadilan bagi mereka yang terus bekerja keras di tengah tekanan inflasi dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada kepentingan buruh," ujar Iqbal.
KSPI menilai kenaikan sebesar 8 hingga 10 persen adalah angka yang ideal dan realistis.
Meskipun demikian, Said Iqbal tetap mengakui bahwa kenaikan ini hanya akan mengembalikan sebagian daya beli buruh yang hilang.
Ia menyebut bahwa meskipun UMP naik, daya beli buruh hanya akan meningkat sekitar 5 persen, sementara daya beli mereka telah turun hingga 30 persen dalam sepuluh tahun terakhir.
Penolakan PP 51/2023 sebagai Dasar Penghitungan UMP
Dalam penjelasannya, Said Iqbal menyoroti bahwa KSPI bersama serikat buruh lainnya, seperti KSPSI dan Partai Buruh, secara tegas menolak penggunaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 sebagai dasar penghitungan UMP 2025.
Ia menyebut bahwa dasar hukum PP 51/2023 adalah Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, yang saat ini tengah digugat melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Said Iqbal, hingga saat ini belum ada keputusan dari MK terkait gugatan tersebut.
Oleh karena itu, ia menilai bahwa pemerintah seharusnya tidak menggunakan PP 51/2023 sebagai acuan untuk menetapkan UMP pada tahun 2025.
"KSPI menolak keras penerapan PP Nomor 51 Tahun 2023 karena sejak awal aturan tersebut merugikan buruh. Aturan ini tidak mengakomodasi kebutuhan riil para pekerja yang telah tertekan oleh inflasi dan kenaikan harga barang. Kami berharap pemerintah mencari solusi yang lebih adil dan pro-buruh dalam menetapkan upah minimum tahun depan," tegas Iqbal.
Dampak Kenaikan UMP pada Ekonomi dan Kesejahteraan Buruh
Said Iqbal juga memaparkan bahwa meskipun kenaikan UMP sebesar 8 hingga 10 persen akan terjadi, hal tersebut hanya akan mengembalikan daya beli buruh sekitar 5 persen.
Ini disebabkan oleh kenaikan harga barang yang terus berlanjut, terutama kebutuhan pokok yang terus melonjak.
"Dalam sepuluh tahun terakhir, daya beli buruh telah turun hingga 30 persen. Meskipun UMP naik pada tahun 2025, daya beli buruh tetap akan mengalami penurunan sekitar 25 persen dari tingkat normal. Ini menunjukkan bahwa buruh masih akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas ekonomi rumah tangga mereka," papar Said Iqbal.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kenaikan UMP ini harus diikuti dengan kebijakan ekonomi lainnya yang lebih berpihak pada buruh.
Kenaikan harga kebutuhan pokok, tarif energi, dan biaya pendidikan harus dikendalikan agar buruh dapat merasakan dampak positif dari kenaikan upah minimum tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: