Tolak Politik Uang! Pilih Pemimpin Pro Rakyat di Pilkada 2024

Tolak Politik Uang! Pilih Pemimpin Pro Rakyat di Pilkada 2024

Tolak Politik Uang! Pilih Pemimpin Pro Rakyat di Pilkada 2024 --

 BACA JUGA:Kampanye Akbar Ngesti-Amin Berlangsung Meriah, Ribuan Masyarakat Padati Lapangan Eks Polsek Prabumulih Timur

Sementara Akademisi yang juga Pengamat Politik, Dr. Muhammad Husni Thamrin, mengingatkan bahwa politik uang melahirkan pemimpin bermental korup. 

"Pemimpin yang terpilih melalui cara ini cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi atau kelompok dibandingkan rakyat," ujarnya. 

Husni menambahkan, hanya pemimpin pro-rakyat yang mampu menciptakan kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik.  

Sebab sebagai rakyat memilih pemimpin yang sudah selayaknya menempatkan kepentingan publik dalam prioritas kebijakannya. 

BACA JUGA: RUU Perampasan Aset Masuk Usulan Prolegnas

"Saya percaya bahwa semua kandidat pasti menempatkan kepentingan publik di atas semua kepentingan," urai Dr. Muhammad Husni Thamrin.

Sehingga tinggal rakyat memilih siapa yang menurut mereka paling pro rakyat. Dan yang paling penting lagi adalah memilih pemimpin yang berusaha meraih simpati dengan cara-cara yang jujur dan bermartabat. 

"Jangan pilih calon yang mencoba merayu publik dengan cara-cara yang tidak jujur dan tidak bermartabat," tambahnya. 

Termasuk tolak calon yang mencoba "menyuap" dengan politik uang. "Hal ini sangat tidak benar, walaupun sifatnya memberikan bantuan atau semacamnya tapi niat dibalik itu tidaklah benar," jelas dia.

BACA JUGA:Survei PUSKAPI: Toha-Rohman Unggul Menjelang Pilkada 2024

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan dan Politik (PSKP), Dr. Ade Indra Chaniago, menyebutkan bahwa rendahnya pendidikan politik masyarakat menjadi penyebab suburnya praktik politik uang. 

"Jika masyarakat cerdas, politik uang akan sulit berkembang. Pendidikan politik harus menjadi prioritas untuk menciptakan pemilih rasional," katanya.  

Menurut Ade, pendidikan politik harus menjadi prioritas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. 

"Hanya sekitar 10 persen pemilih di Indonesia yang rasional. Sisanya masih didominasi oleh pemilih tradisional. Jika masyarakat cerdas, praktik money politic akan sulit berkembang," tambahnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: