Petani di Pemulutan Selatan Dukung Program IP 200, Hadapi Kendala Alsintan dan Pengairan

Petani di Pemulutan Selatan Dukung Program IP 200, Hadapi Kendala Alsintan dan Pengairan

Petani di Ogan Ilir Sedang Membajak Sawahnya-Foto:dokumen palpos-

OGAN ILIR, PALPOS.ID – Rizki, salah satu anggota kelompok tani di Desa Pematang Bangsal, Kecamatan Pemulutan Selatan, Kabupaten Ogan Ilir, menyampaikan dukungannya terhadap Program Indeks Pertanaman (IP) 200 yang digagas oleh pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

 

Program ini merupakan bagian dari upaya strategis untuk mendukung swasembada pangan nasional.

 

Dalam program IP 200, petani didorong untuk menanam dua kali dalam setahun guna meningkatkan produktivitas pertanian.

 

Rizki mengungkapkan bahwa saat ini kelompok taninya menggunakan benih padi jenis Ampari 47 yang merupakan bantuan dari pemerintah pusat.

BACA JUGA:Kapolres Ogan Ilir: Pelaku Pembakar Lahan Terancam 15 Tahun Penjara dan Denda Rp 5 Miliar

BACA JUGA:Dua Pelaku Curat Dibekuk Polisi Saat Asah Kunci T dan Y, Ini Tampangnya

 

"Bibit ini sangat membantu kami dalam menjalankan musim tanam," ujar Rizki saat ditemui di lahan pertaniannya. Selasa, 29 Juli 2025.

 

Namun, meskipun program ini membawa angin segar bagi petani, mereka masih menghadapi sejumlah kendala dalam praktiknya.

 

Rizki menyebutkan, salah satu hambatan utama adalah keterbatasan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang membuat proses pengolahan tanah menjadi lambat dan tidak optimal.

 

“Kami masih kekurangan alsintan untuk menggarap lahan, jadi semua dilakukan semampunya secara manual,” katanya.

BACA JUGA:Pemancing Asal Pelembang Yang Tenggelam di Sungai Kelekar Akhirnya Ditemukan, Begini Kondisinya

BACA JUGA:Pemuda di Ogan Ilir Hilang Misterius, Keluarga Terima Ancaman Tebusan Rp5 Juta

 

"Saat ini bantuan Alsintan memang sudah seperti traktor, namun karena jumlahnya yang terbatas untuk menggunakannya harus bergilir.

Disini ada 15 kelompok tani tidak semua kelompok tadi punya alat, jadi kita pakainya bergantian," kata Rizki.

 

Selain kendala alat, persoalan pengairan juga menjadi tantangan besar.

 

Petani di wilayah tersebut masih mengandalkan air dari sungai kecil yang tidak terhubung langsung dengan Sungai Ogan, itupun jaraknya dari lahan sawah cukup jauh.

BACA JUGA:Pemancing Asal Palembang Tenggelam di Sungai Kelekar Desa Burai, Hingga Kini Belum Diketemukan

BACA JUGA:Spesialis Kasus Curat Keok Ditangkap Polsek Tanjung Raja, Pelaku Ada Tato Wanita Pegang Matahari

 

Akibatnya, pengairan sawah harus dilakukan dengan cara menyedot air dari sungai menggunakan mesin, yang menyebabkan pendangkalan dan berdampak pada kebutuhan air warga untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus.

 

“Ada opsi lain seperti membuat sumur bor, tapi untuk itu diperlukan dana yang besar, sementara para petani kami masih terbatas secara ekonomi,” keluh Rizki.

 

Hal ini membuat ketergantungan pada sumber air terbuka menjadi semakin tinggi, terlebih di musim kemarau.

 

Melihat kondisi ini, Rizki dan kelompok taninya berharap ada perhatian lebih lanjut dari pemerintah.

 

Mereka meminta dukungan berupa tambahan peralatan alsintan serta solusi konkret untuk pengairan, seperti pengadaan sumur bor atau pengerukan sungai-sungai kecil yang menjadi sumber utama pengairan lahan pertanian mereka.

 

“Kami para petani hanya bisa berusaha semampunya, tapi dengan dukungan fasilitas dan infrastruktur yang memadai, hasil pertanian pasti akan lebih baik dan mendukung ketahanan pangan nasional,” tutup Rizki penuh harap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: