Ote-Ote Porong : Cita Rasa Legendaris dari Sidoarjo yang Tak Pernah Lekang oleh Waktu

Ote-ote Porong : Gorengan legendaris dari Sidoarjo yang rasanya gak pernah lekang oleh waktu. Udang segar dan kupang jadi bintang di setiap gigitannya.-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID – Di tengah hiruk-pikuk perkembangan kuliner modern, ada satu kudapan tradisional yang tetap bertahan dan justru semakin digemari masyarakat: ote-ote Porong.
Gorengan khas dari Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo ini, bukan sekadar camilan biasa, melainkan ikon kuliner yang melekat kuat dalam ingatan dan lidah masyarakat Jawa Timur.
Ote-ote, yang dikenal juga sebagai bakwan atau weci di daerah lain, memiliki kekhasan tersendiri di Porong.
Perbedaan utamanya terletak pada ukuran, isi, serta cara penyajiannya.
BACA JUGA:Tempe Manjes, Gorengan Kekinian yang Bikin Lidah Goyang dan Dompet Aman
BACA JUGA:Cireng Salju Bumbu Rujak : Cita Rasa Tradisional Dalam Balutan Kenyal Nan Gurih
Jika biasanya bakwan disajikan dalam ukuran kecil dengan sayuran seperti kol dan wortel, ote-ote Porong hadir dengan ukuran yang jauh lebih besar dan isi yang beragam.
Mulai dari irisan sayur, udang utuh, hingga potongan daging kerang atau tiram (lokal menyebutnya "kupang") yang menambah cita rasa gurih khas pesisir.
Konon, ote-ote Porong sudah mulai dikenal sejak tahun 1970-an.
Berawal dari para pedagang kaki lima yang menjajakan gorengan di sekitar Pasar Porong, makanan ini kemudian berkembang menjadi primadona pasar tradisional.
BACA JUGA:Kue Balok, Ikon Kuliner Tradisional yang Tetap Eksis di Tengah Modernisasi
BACA JUGA:Putri Noong : Legenda Wanita Hebat dari Kalimantan yang Menginspirasi Generasi Muda
Salah satu tokoh legendaris yang dikenal sebagai pelopor ote-ote di Porong adalah Bu Siti Marfu’ah, yang membuka usaha gerobak gorengan di depan pasar lama.
“Dulu cuma jualan di gerobak kayu, satu hari bisa habis 100 biji.
Sekarang anak saya lanjutin, sudah punya dua cabang,” ujar Bu Siti yang kini berusia 68 tahun.
Yang membedakan ote-ote Porong dengan ote-ote dari daerah lain adalah adonan tepungnya yang renyah di luar namun tetap lembut di dalam.
BACA JUGA:Awug, Kelezatan Tradisional Sunda yang Masih Bertahan di Tengah Gempuran Modernisasi
BACA JUGA:Nikmat Tradisional Tak Lekang oleh Waktu : Colenak, Kuliner Khas Sunda yang Terus Digemari
Kombinasi tepung terigu, bawang putih, merica, dan sedikit santan memberikan cita rasa gurih yang khas.
Namun bintang utamanya tentu saja isiannya.
Banyak penikmat ote-ote datang khusus untuk mencicipi varian dengan udang segar atau kupang, yang sulit ditemukan di daerah lain.
“Kalau yang isi udang itu favorit saya. Udangnya satu ekor gede, digoreng garing tapi dalamnya masih juicy.
Makan satu aja udah kenyang,” kata Sari, pengunjung asal Malang yang sengaja mampir ke Porong dalam perjalanan mudiknya.
Bagi para pelintas Surabaya – Malang atau sebaliknya, Porong kerap menjadi titik pemberhentian.
Bukan hanya karena lokasinya yang strategis, tapi karena reputasinya sebagai sentra kuliner legendaris.
Di sepanjang jalan raya Porong, puluhan pedagang ote-ote berjajar dengan wajan besar penuh minyak panas.
Aroma harum yang menggoda pun menjadi daya tarik tersendiri.
Salah satu tempat yang paling terkenal adalah Ote-Ote Bu Rini, yang sudah berdiri sejak tahun 1985.
Dengan harga mulai dari Rp5.000 hingga Rp12.000 per buah tergantung isi, pembeli bisa langsung menikmati ote-ote hangat yang baru diangkat dari penggorengan.
Bahkan banyak yang membeli dalam jumlah besar untuk oleh-oleh.
“Biasanya orang beli 10-20 biji buat dibawa pulang.
Kalau jauh, kita bungkus pakai kertas minyak biar tetap kering,” ujar Bu Rini, pemilik warung.
Meski kini banyak makanan kekinian bermunculan, seperti corn dog, sushi roll, atau gorengan viral di media sosial, ote-ote Porong tetap punya tempat tersendiri di hati masyarakat.
Rahasianya? Konsistensi rasa, harga yang terjangkau, dan nilai nostalgia yang kuat.
“Gak pernah bosan sih makan ote-ote Porong. Dari dulu rasanya gak berubah.
Kalau lagi rindu kampung halaman, ini yang saya cari,” kata Andi, perantau asal Sidoarjo yang kini tinggal di Jakarta.
Beberapa pelaku UMKM pun mulai memodifikasi ote-ote dengan inovasi baru.
Ada yang menambahkan keju, isi sosis, hingga versi frozen yang bisa dikirim ke luar kota.
Namun, tetap saja versi klasik dengan isi udang dan kupang menjadi primadona.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah memasukkan ote-ote Porong sebagai bagian dari program promosi wisata kuliner lokal.
Setiap tahun dalam event “Festival Kuliner Delta”, stan-stan ote-ote selalu dipadati pengunjung.
Bahkan beberapa kali muncul dalam program TV nasional yang membahas makanan khas Nusantara.
“Ini bukan hanya makanan, tapi bagian dari identitas daerah.
Kami terus dorong UMKM ote-ote agar naik kelas dan bisa menjangkau pasar nasional,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Sidoarjo, Nur Aini.
Dengan cita rasa yang autentik dan jejak sejarah yang panjang, ote-ote Porong bukan sekadar gorengan biasa.
Ia adalah simbol dari warisan kuliner lokal yang berhasil bertahan di tengah arus modernisasi.
Di setiap gigitannya, tersimpan cerita tentang tradisi, keluarga, dan kehangatan kampung halaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: